15 Desember 2008

APA ITU SABAR ?

APA ITU SABAR ?

A. Pengertian Sabar
Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa pengertian sabar menurut bahasa mempunyai beberapa arti, di antaranya :
1. Menahan diri dari keluh-kesah 1, seperti firman Allah SWT :
     ... (الكهف : ٢٨ )
2. Sabar dengan arti keteguhan 2, seperti firman Allah SWT:
    ... ( البقرة : ٤٥ )
3. Sabar berarti keberanian3, Allah SWT berfirman :
...    •. ( البقرة : ١٧٥ )
Adapun pengertian sabar menurut istilah syari’at adalah menahan diri dari keluhan dan kemarahan, menahan lidah dari keluh kesah dan menahan anggota badan dari berbuat kekacauan.4
Dzun Nun Al Meshri berkata : ”Sabar adalah menghindarkan diri dari pertentangan, tenang pada saat menghadapi deraan bencana dan menampakkan kecukupan dan kelapangan hidup sekalipun dalam keadaan papa”.5

Imam Junaid ditanya tentang sabar, maka beliau menjawab : ”Meneguk kepahitan tanpa berkerut mukanya.6
Imam Al-Ghazali mendefinisikan bahwa sabar adalah suatu keteguhan motivasi relegius dalam menghadapi dorongan syahwat.7

B. Hakekat Sabar
Hakekat sabar bisa dilihat dengan jelas melalui definisi-definisinya menurut istilah syari’at. Barangkali bisa kita simpulkan bahwa sabar adalah suatu akhlak luhur dari akhlak-akhlak islami yang wajib disifati, yang mendatangkan bagi seseorang perbuatan baik dan menghindarkan seseorang dari perbuatan yang tidak baik dan tidak sesuai sebagai seorang muslim. Tujuannya adalah mengharap keridhaan Allah SWT8 Sebagaimana firman Allah SWT :
     ... 
Artinya :
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya”. (QS. Ar Ra’d : 22)

Syeikh Muhammad Ghazali berkata : Sabar tergantung pada dua hakekat,9 yaitu :
1. Tabiat Kehidupan Dunia.
Allah SWT tidaklah menjadikan dunia sebagai tempat pembalasan, tetapi ia jadikan sebagai tempat ujian dan cobaan. Masa yang dilalui seseorang adalah masa uji coba yang terus bergulir, keluar dari satu cobaan masuk kepada cobaan yang lain.
Nabi Sulaiman As. ketika diberi nikmat yang luar biasa banyaknya, ia menyadari dengan tabiat kehidupan dunia ini serya berkata :
…                  •    
Artinya :
“... Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. An-Naml : 40)

2. Tabiat Iman.
Iman adalah hubungan antara manusia (makhluk) dengan Allah (Khalik). Apabila hubungan manusia dengan sesamanya tidak diakui kebenaran dan keberadaannya kecuali apabila teruji sepanjang masa atau perputaran siang dan malam serta berbagai kejadian, maka demikian juga dengan iman, sudah barang tentu melalui beberapa cobaan. Allah SWT Berfirman :
 ••     •      •           



Artinya :
”Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ”Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?.. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.( Q.S. Al-Ankabut Ayat 2-3).

C. Perhatian Al-Qur’an dan Sunnah Terhadap Keutamaan Sabar
Al-Qur’an memiliki perhatian yang sangat besar terhadap sikap sabar, karena nilai agung yang dikandungnya, baik dari sisi agama maupun sisi akhlak. Bahkan ia merupakan kebutuhan mendesak dalam agama maupun dunia, lebih khusus dunia pendidikan yang harus terpenuhi bagi manusia, agar dapat hidup sejahtera.
Begitu besarnya perhatian Al-Qur’an, maka kata sabar inilah yang paling banyak diulang-ulang sebutannya di dalam Al-Qur’an.
Al-’Allamah Ibn Qayyim mengutip perkataan Imam Ahmad, ”Kata sabar dalam Al-Qur’an terdapat pada sekitar sembilan puluh tempat”.10
Imam Al-Ghazali berkata : ”Allah SWT menyebutkan kata sabar dalam Al-Qur’an lebih dari tujuh puluh tempat”.11 Dan kita temukan di dalam Al Mu’jam Al Mufahras Li Alfazhi Al-Qur’an, bahwa kata sabar terdapat sekitar delapan puluh tiga kali.12
Di sini penulis akan memaparkan beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan sikap sabar, yaitu :

1. Surah Ali Imran ayat 200
      •    

Ayat ini merupakan bimbingan bagi seorang muslim yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw agar selalu bersabar dalam mengajarkan kebenaran (agama Islam) dan lebih sabar dari orang lain (non muslim) dalam hal ini, serta tetap bersiap siaga selalu di wilayah-wilayah perbatasan negeri mereka agar tidak dijajah oleh para penjajah, ini merupakan panggilan bagi kita seorang muslim, apakah kita sudah memenuhi panggilan itu ?13
Berkata Hasan Al Basri, ”Mereka diperintahkan untuk bersabar dalam memegang agama yang diridhai Allah SWT yaitu Islam, maka mereka tidak meninggalkannya baik dalam keadaan senang atau keadaan sedih, dalam keadaan lapang maupun keadaan sempit. Juga mereka diperintahkan lebih bersabar dalam menghadapi musuh yang menyembunyikan ajaran agama mereka.14
2. Surah As Sajadah ayat 24
          

Ayat ini menerangkan salah satu fase yang dialami oleh Bani Israil. Yang menjadikan pelajaran dan bukti di sini adalah bahwa Allah SWT menjadikan perolehan tampuk kepemimpinan di dunia dan agama bertumpu kepada dua perkara, yaitu ”sabar” dan ”yakin”.
Pertama : Sabar untuk senantiasa berkarya dan berjuang, sabar untuk memperbaiki keadaan dan kondisi suatu negara, sabar untuk melakukan pembinaan terhadap setiap individu yang sadar dan selalu bersikap adil, sabar untuk tetap membangun keluarga yang berdiri di atas pondasi dan harga diri yang terpercaya lagi kokoh.
Kedua : Yakin kepada Allah SWT, yaitu keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT akan memberikan jalan keluar dari segala masalah dan menyelesaikan setiap problematika kehidupan.15
3. Surah Az Zumar ayat 10
                        

Dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, para ulama tafsir mengatakan, ”Berbagai jenis kebaikan akan dicurahkan kepada orang yang bersabar tanpa batas”.16
عن الحسين رضى الله عنه قال : سمعت جدى رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول – أد الفرائض تكن من اعبد الناس، وعليك بالقنوع تكن من أغنى الناس، يا بنى إن فى الجنة شجرة يقال لها شجرة البلوى، يؤتى بالبلاء، فلا ينصب لهم ميزان ولا ينشر لهم ديوان، يصب عليهم الأجر صبا " ثم تلا النبى صلى الله عليه وسلم " إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب".
Artinya :
Dari Husein berkata : ”Saya mendengar kakekku Rasulullah Saw bersabda : Tunaikan kepardhuan, maka kamu menjadi orang yang paling banyak ibadah, bersifatlah qana’ah (cukup dengan ada), kamu akan menjadi orang yang paling kaya. Wahai anakku, bahwasanya terdapat di dalam Surga sebuah pohon disebut ”Syaratul Balwa”, bila didatangkan orang-orang yang ditimpakan bala pada dirinya, maka bagi mereka tidak dilakukan lagi penimbangan amAl-amal mereka dan tidak dibukakan buku catatan amal mereka serta dituangkan kepada mereka pahala-pahal (kesabaran mereka). Kemudian Rasulullah Saw membacakan ayat : إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب17

4. Surah Al-Ahkaf ayat 35
           •          •        . (الأحقاف : ۳۵)

Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya Muhammad Saw bersabar dalam menghadapi kaumnya yang mendustakan kerasulannya sebagaimana kesabaran Nabi-nabi Ulul ’Azmi lainnya.
عن مشروق قال : قالت لى عائشة رضى الله عنها – ظل رسول الله صائما ثم طواه ثم ظل صائما ثم طواه ثم ظل صائما ثم قال : يا عائشة إن الدنيا لا تنبغى لمحمد ولا لآل محمد يا عائشة. إن الله تعالى لم يرض من اولى العزم من الرسل إلا بالصبر على مكروهها والصبر عن محبوبها ثم لم يرض منى إلا ان يكلفنى ما كلفهم فقال : فاصبر كما صبر اولو العزم من الرسل، وإنى والله لأصبرن كما صبروا جهدى ولا قوة إلا بالله (تفسير القرآن العظيم – اسماعيل بن كثير جز ٤ – ١۷٢)
Artinya :
”Dari Masruq berkata : Telah berkata kepadaku Aisyah Ra. bahwa Rasulullah Saw senantiasa puasa dan menyembunyikan puasanya (ia katakan tiga kali berturut-turut). Kemudian Rasulullah bersabda : ”Wahai Aisyah bahwa dunia ini tidak layak bagi Nabi Muhammad dan keluarganya, Wahai Aisyah bahwa Allah SWT tidak rela dari Rasul-rasul-Nya Ulul ’Azmi, kecuali mereka sabar atas perkara yang dibenci dan bersabar meninggalkan kesenangannya. Dan Allah juga tidak ridha dari diriku melainkan Allah bebani aku sebagaimana yang dibebankan-Nya kepada mereka. Kemudian beliau membaca ayat ”Bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar. Demi Allah saya akan bersabar sekuat tenagaku seperti kesabaran mereka, dan tidak ada daya / kekuatan melainkan dengan Allah”. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim – Ismail bin Katsir, Juz 4 – 172)

5. Surah Al-‘Ashr ayat 1-3
. •   .         . (العصر : ١ – ۳ )

Surah ini menyimpulkan akibat dari kegiatan manusia semuanya disepanjang masa dan diseluruh tempat. Mereka yang jauh (terputus hubungan) dengan Allah SWT kelak akan menjadi bahan bakar api neraka, sedang mereka yang berpegang teguh dengan iman, amal shaleh, nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran, mereka itulah yang dapat memperoleh kehidupan dunia ini.
Empat unsur ini jarang sekali terdapat, masa demi masa berlalu, dimana empat unsur ini menjadi bahan cacian yang merusak. Akan tetapi Allah SWT membatasi orang-orang yang mendapatkan kabar gembira yaitu mereka yang beriman, beramal shaleh.18
Sebagaimana Al-Qur’an memberikan perhatiannya yang begitu besar terhadap sabar, demikian pulalah perhatian Sunnah (hadits) terhadap sifat utama ini, di antaranya :
۱. عن سعد بن سعيد قال : أخبرنى عمر بن كثير بن افلح قال : سمعت ابن سفينة يحدث أنه سمع أم سلمة زوج النبى صلى الله عليه وسلم تقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ما من عبد تصيبه مصيبة فيقول إنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم أجونى فى مصيبتى وأخلف لى خيرا منها إلا أجره الله فى مصيبته وأخلف له خيرا منها. قالت : تو فى ابو سلمة قلت كما أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخلف الله لى خيرا منه رسول الله صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم)19

Dalam hadits ini, terdapat keterangan mengenai keutamaan membaca ” انا لله وإنا اليه راجعون ”, terkandung pula di dalamnya do’a memohon kesabaran dan ganti yang lebih baik. Bila seseorang bersabar atas musibah yang menimpanya dan menyebut nama Allah, serta memohon kepada-Nya pasti Allah SWT akan memberinya ganjaran yang lebih baik atas kesabarannya dan menggantikan kesedihannya dengan kelapangan.
۲. عن أبى يحى صهيب بن سنان رضى الله عنه. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن، إن إصابته سراء شكر فكان خيرا له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له. (رواه مسلم) 20

Rasulullah Saw menyatakan bahwa kehidupan seorang mukmin semuanya baik, betapa tidak, seorang yang beriman dikala dia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, dia akan bersujud dan bersyukur kepada Allah, dan dikala dia diterpa musibah dan kesulitan, dia bersabar dan penuh harap dan senantisa berhubungan dengan Allah SWT semata.
۳. وعن أبى سعيد وأبى هريرة رضى الله عنهما. عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا همّ ولا حزن ولا أذى ولانمم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه. (متفق عليه) 21

Dalam hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan balasan bagi orang-orang yang sabar atas kesabarannya menghadapi segala macam bencana dan menganjurkan untuk menerima cobaan dan menangguhkannya dengan sabar. Balasan di sini adalah penghapusan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, suatu ganjaran yang sangat besar yang tidak dapat diraih oleh semua orang yang ditimpa suatu kesulitan atau kepayahan atau penyakit yang berlangsung lama tanpa ada kesabaran, ketabahan atau kerelaan terhadap qadar.
٤. عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. من أبتلى بشيئ من البنات فصبر علبهن كنا له حجابا من النار. أخرجه الترمذى ك البر والضلة. 22

وفى رواية أخرى. عن ابى سعيد الخدرى قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. من كان له ثلاث بنات او ثلاث اخوات، أو إبنتان او أختان فأحسن صحبتهن واتقى الله فيهن فله الجنة. أخره الترمذى. 23

Hadits ini menerangkan bahwa pentingnya bersikap sabar dalam mendidik seorang anak, lebih-lebih bila anak perempuan.
٥. عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. ما يزال البلاء بالمؤمن والمؤمنة فى نفسه وولده وماله حتى يلقى الله وما عليه خطيئة. (رواه الترمذى وقال – هذا حديث حسن صحيح) 24

Rasulullah Saw menerangkan bahwa seorang mukmin, laki-laki maupun perempuan selama ia masih hidup dipermukaan bumi ini pasti akan mendapatkan cobaan, ujian dari Allah SWT baik menimpa dirinya, anak-anaknya atau hartanya. Semakin kuat imannya semakin besar cobaan yang akan diterimanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عن مصعب ابن سعد عن أبيه قال : قلت - يا رسول الله أى الناس أشد بلاء ؟ ... قال : الأنبياء فلأمثل. يبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان فى دينه صلبا اشتد بلاؤه، وإن كان فى دينه رقة أبتلى على قدر دينه، فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض وما عليها خطيئة. (رواه الترمذى وقال : هذا حديث حسن صحيح) 25

D. Pandangan Ulama Tentang Sabar
Ali bin Abi Thalib Ra. Berkata : “Sabar adalah binatang tunggangan yang tidak pernah tergelincir.26 seolah-olah sabar merupakan bintang tunggangan seorang hamba yang ia tunggangi menempuh jalan kebenaran yang tidak pernah terpeleset, selama ia mampu memegang kendalinya dan dapat mengarahkannya secara baik”.
Abu Ali Addaqqaq Ra. Berkata : “Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dengan mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat, karena mereka senantiasa beserta Allah SWT Firman Allah : “ إن الله مع الصابرين “ artinya “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar”.27
Abdul Kadir Isa berkata : “Begitu pentingnya dan tingginya martabat sabar, maka Allah SWT sebutkan kata sabar ini dalam Al-Qur’an sekitar sembilan puluh tempat. Kadang-kadang Allah perintahkan untuk bersabar seperti firman-Nya : ” إستعينوا بالله واصبروا ”.
Kadang-kadang Allah memuji orang-orang sabar seperti Firman Allah SWT dalam Q.S. A-Baqarah Ayat 177 :
والصابرين فى البأساء والضراء وحين البأس. اولئك الذين صدقوا واولئك هم المتقون.
Pada ayat lain Allah menyatakan cinta kepada orang-orang sabar “ والله يحب الصابرين “. Allah juga menjelaskan bahwa ia senantiasa beserta orang-orang sabar ” إن الله مع الصابرين ”.
Pada tempat lain Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang sabar akan mendapatkan ganjaran ganjaran yang tak terhitung banyaknya ” انما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب ”, dan lain sebagainya.28
Berkata Umar bin Khattab Ra. : ”Kami dapatkan kehidupan kami yang lebih baik dengan sabar”. Dalam riwayat lain ia berkata : ”Sebaik-baik kehidupan kami temukan dengan sabar, dan seandainya sikap sabar ada pada kaum pria, maka ia menjadi orang yang mulia”.29

E. Bagian-Bagian Sabar
1. Pembagian Sabar Menurut Perbedaan Kuat Lemahnya
Kita tahu, di dalam diri terdapat dua motif : motif yang mendorongnya kepada kebaikan dan motif yang mendorong kepada keburukan; motif yang mengarahkan kepada yang hak dan yang mengarahkan kepada yang batil; motif yang menjadikannya adil dan motif yang menjadikannya lalim; motif yang menggerakkannya untuk mengikuti ajaran-ajaran agama dan motif yang memberontak karena mengikuti keinginan dan nafsunya.
Kedua motif ini mempunyai tiga keadaan, seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali.
a. Keadaan Pertama
Motif agama dapat mengalahkan dorongan hawa nafsu, di mana tidak tersisa sedikit pun kekuatan dorongan nafsu dalam perseteruannya sehingga kemenangan dan keberhasilan menjadi milik motivasi agama. Hal ini dapat dicapai dengan kesabaran yang terus menerus. Tidak akan sampai kepada kategori ini kecuali orang-orang yang telah ditetapkan Allah mendapat kemenangan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Yaitu, orang-orang yang tidak menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka hanya sebagian kecil dari umat manusia. Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang benar dan orang-orang yang dekat kepada Allah, yang berkata, ”Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka istiqamah,30 dan orang-orang yang diseru oleh para malaikat ketika hendak meninggal, ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. (QS. Fushilat : 30-31)
b. Keadaan Kedua
Kekuatan dan kemenangan berada dipihak motif hawa nafsu, dimana motif agama gugur dan menyerah kepada bujuk rayu setan. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang lalai dan merekalah golongan yang mayoritas, yang menjadi pemuja nafsu syahwatnya. Sifat tercela telah menguasai mereka, dan setan-setan telah bertengger di hati mereka yang merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia Allah, lalu mereka beli kehidupan di dunia dengan akhirat.31 Ibn Qayyim menjelaskan bahwa orang-orang yang masuk dalam kategori ini ada beberapa macam. Di antaranya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Is senantiasa membatalkan apa-apa yang dibawa Rasul saw dengan menghalang-halangi dari jalan Allah, dan berupaya dengan segala kemampuannya untuk menyimpangkan dan mengubahnya demi menghalangi manusia darinya.
Sebagian dari mereka ada yang berpaling dari ajaran yang dibawa Rasul saw dan tujuannya hanya menuruti selera duniawi semata. Ada pula orang munafik, yaitu manusia yang berwajah dua yang makan dari hasil kekafiran dan keislaman. Di antara mereka ada juga yang tebal muka lagi suka berkelakar, yang menghabiskan usianya dengan gila-gilaan, hibur-hiburan, dan bermain-main. Sebagian mereka apabila diberi nasehat, berkata, ”Alangkah rindunya aku kepada tobat, akan tetapi hal itu mustahil bagiku sehingga tidak ada lagi artinya keinginan ke sana”.32
c. Keadaan Ketiga
Kemenangan dan kekuatan terkadang berada di pihak motif agama dan terkadang di pihak motif nafsu. Jadi, neraca timbangan selalu bergerak ke atas dan ke bawah. Jika motif hawa nafsu yang melemah, motif agama pun menang dan berkuasa, dan demikianlah sebaliknya. Yang masuk dalam kriteria ini adalah sekelompok orang yang lemah naluri religiusnya. Oleh karenanya ia tidak menunaikan tugasnya secara sempurna. Ia adalah kondisi kebanyakan orang beriman yang mencampur-adukkan amal saleh dengan amal buruk. Semoga Allah menerima tobat mereka.
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa firman Allah, ”Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk ... ”(QS. At-Taubah : 102), turun atas mereka yang tidak mampu menahan sebagian keinginan tanpa sebagian yang lain. Penafsiran Ibn Katsir33 terhadap ayat tersebut juga seperti ini. Imam Al-Ghazali juga berkata : Orang-orang yang meninggalkan jihad melawan hawa nafsunya, tak ubahnya seperti binatang, bahkan jalan mereka lebih sesat. Karena, binatang tidak diberi anugerah pengetahuan dan kemampuan yang bisa digunakan untuk memerangi tuntutan-tuntutan syahwat. Sedangkan manusia diberi hal itu. Maka mengabaikan hal itu benar-benar suatu aib dan berpaling dari keyakinan. Karena itu dikatakan : Aku tidak melihat aib-aib yang ada pada manusia itu suatu aib seperti kekurangan orang-orang yang mampu mencapai kesempurnaan.34
2. Pembagian Sabar Ditinjau dari Kaitannya dengan Hukum Yang Lima
Imam Ibn Qayyim menyebutkan di dalam Al-Madarij bahwa sabar adalah wajib menurut ijma ulama.35 Secara global hal ini benar. Akan tetapi secar rinci dan dari sisi kaitannya dengan hukum yang lima, sabar terbagi kepada sabar wajib, sabar sunah, sabar mubah, sabar makruh, dan sabar haram.
a. Sabar yang Wajib
Sabar wajib ada tiga macam :
1). Sabar dalam ketaatan dan dalam menunaikan kewajiban.
2). Sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan dan segala yang diharamkan.
3). Sabar terhadap semua bala bencana dan musibah yang ditakdirkan.
b. Sabar yang Sunah
Sabar yang disunahkan juga ada tiga macam : Sabar dalam menahan diri dari menghadapi perlakuan buruk dengan membalas keburukan pula, sabar menahan hAl-hal yang disunahkan, dan sabar dalam menahan diri dari yang makruh.
Contoh sabar dalam menahan diri dari menghadapi perlakuan buruk dengan membalas keburukan pula adalah sebagaimana firman Allah SWT :
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl : 126)
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hAl-hal yang diutamakan. (QS. Asy-Syura : 41-43)
Jika manusia tidak menyukai hak-haknya dilanggar. Apalagi, syariat Rabbani membolehkan manusia untuk membela diri dari penganiayaan, menghadapi keburukan dengan keburukan pula, dan siksa dengan siksa dengan syarat tidak melebihi atau berlaku lalim baik dalam ketentuan jumlah maupun caranya. Seseorang tidak boleh membayar utang satu takaran dengan dua takaran atau satu tamparan dengan dua tamparan yang dituntut dari seorang Muslim. Tetapi yang paling wajar dilakukannya adalah menahan amarahnya, sabar terhadap penderitaan, menutup kejelekan dan memaafkan pelakunya agar mendapat pahala di sisi Allah dan memperoleh ganjaran yang banyak serta pujian yang baik atas perbuatan-perbuatan yang terpuji, sebagaimana disebutkan oleh Ibn Katsir di dalam tafsirnya.36
c. Sabar yang Mubah
Sabar yang mubah adalah menahan diri dari semua perbuatan yang kedua-duanya sama-sama baik antara melakukan dan meninggalkannya dan bersabar atasnya. Di antara contoh-contohnya adalah suka mengadakan darmawisata atau sabar darinya, atau suka memakan jenis makanan tertentu atau menahan diri darinya. Nafsu itu selalu berkeinginan dan menyukai agar keinginan-keinginannya selalu dituruti dan dipenuhi. Dengan syarat, ia tidak bermaksud mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah SWT. Jika tidak, ia akan berdosa. Misalnya, tidak ada larangan untuk berfikir memakannya atau memalingkan ingatan dari memakannya, keduanya adalah sama. Seolah-olah sabar yang mubah merupakan semacam komitmen yang dengannya seseorang berupaya melatih diri dan mengendalikannya untuk tidak memenuhi semua kebutuhannya secara terus menerus.
d. Sabar yang Makruh
Ada beberapa contoh sabar yang makruh yang dapat memperjelasnya :
Pertama, menahan diri dari kelapangan dalam makanan, minuman, pakaian dan hubungan suami isteri sehingga hal itu membahayakan kesehatan badannya. Hal ini bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya, ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah : 195)
Kedua, menahan diri dari menggauli isterinya ketika isterinya membutuhkan hal itu dan tidak ada mudarat bagi si suami. Karena yang demikian akan memudaratkan bagi isteri dan berarti ia telah mengabaikan salah satu hak bersuami isteri, sementara Islam menganjurkan untuk menjaga hak-hak tersebut dan menggaulinya secara baik, penuh keramahan dalam mencampurinya dan memberikan hak-haknya secara sempurna. Allah SWT berfirman, ”Dan bergaullah dengan mereka secara patut”.
Hal ini dimaksudkan agat tata aturan rumah tangga menjadi lurus, dan perkara-perkaranya menjadi baik serta ikatan suami isteri yang suci menjadi langgeng.

e. Sabar yang Haram
Menyangkut sabar yang diharamkan, Ibn Qayyim berkata, ”Sabar yang diharamkan itu bermacam-macam. Salah satunya ialah bersabar diri dari makan dan minum hingga mati”. Dalam arti menahan diri dan makan dan minum hingga mati, sama ada mudah dalam melakukannya ataupun membutuhkan sedikit jerih payah.37
Imam Al-Ghazali merinci hal itu dengan mengatakan, ”Ketahuilah bahwa sabar dilihat dari aspek hukumnya terbagi kepada fardhu, sunah, makruh dan haram. Sabar dalam menahan diri dari semua larangan adalah wajib; sabar menahan diri dari semua yang makruh adalah sunah; dan sabar dalam menerima perlakuan menyakitkan yang dilarang adalah haram. Sabar yang haram ini seperti ada orang yang ingin memotong tangannya atau tangan anaknya dan dia bersabar atasnya dengan tetap diam. Dan juga seperti ada orang yang menginginkan isterinya dengan syahwat yang diharamkan lalu rasa cemburunya bergelora kemudian ia bersabar menahan diri dari menyatakan kecemburuannya itu dan hanya diam saja terhadap apa yang terjadi atas keluarganya maka ini adalah sabar yang diharamkan. Dan sabar yang makruh adalah sabar atas penderitaan yang didapatinya dari sisi yang dimakruhkan dalam syariat. Demikianlah, hendaknya syariat yang menjadi tolok ukur kesabaran. Sabar adalah setengah iman. Tidak seyogyanyalah anda membayangkan semua itu terpuji. Akan tetapi yang terpuji adalah beberapa macam kesabaran yang tertentu.38
3. Pembagian Sabar Menurut Tempatnya
Sabar itu ada dua macam, bersifat badani dan bersifat rohani. Setiap satu dari keduanya mempunyai dua macam pula, bersifat sukarela dan terpaksa.39 Bagian-bagian yang empat ini adalah sebagai berikut :
a. Yang Bersifat Badani Secara Suka Rela
Misalnya, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang memberatkan bagi abadan atas pilihan dan kemauan sendiri. Orang yang memilih pekerjaan di kantor tidak seperti orang yang memilih pekerjaan sulit sebagai tukang besi, tukang kayu dan tukang bangunan. Seorang buruh yang bekerja misalnya, menemukan beberapa kesulitan yang tidak ditemui oleh seorang pegawai kantor. Seperti mengangkat beban berat, menahan terik matahari, dan bahaya yang mengancam hidupnya, sementara gajinya relatif kecil jika dibandingkan gaji seorang pegawai. Meskipun demikian, kita lihat dia menjalankan aktivitasnya dengan sabar atas kemauannya sendiri dan sesuai dengan kemampuan tenaga badannya.
b. Yang Bersifat Badani Secara terpaksa
Seperti sabar dalam merasakan sakitnya pukulan, peyakit, luka-luka, dingin, panas dan lainnya, yang dialami oleh kebanyakan muslimin di masa permulaan Islam. Mereka benar-benar kecil di hadapan berbagai macam kepedihan itu. Bilal, mislanya beliau pernah dilemparkan di kerikil-kerikil padang pasir Mekah yang membara dalam keadaan terlentang, di tengah hari dan di bawah terik matahari yang membakar, kemudian dadanya ditindih dengan batu besar, sedang dia hanya berkata, ”Ahad ... Ahad.”40
c. Yang Bersifat Rohani Atas Dasar Suka Rela
Seperti kesabaran diri dari melakukan sesuatu yang tidak baik menurut syariat maupun akal. Seperti berfikir untuk mencuri sesuatu pemberian Allah kepada sebagian orang atau yang telah dikumpulkan oleh orang lain dan diperolehnya dengan susah payah, sedang dia mengabaikan hal itu. Dari asfek akal manusia, mencuri adalah suatu perbuatan yang mengerikan karena mengambil barang atau harta maupun yang lainnya milik orang lain tanpa hak. Sedang dari aspek syariat, mencuri adalah tindakan kriminal yang patut dihukum dengan potong tangan apabila pencuri itu nyata-nyata telah sesuai dengan definisinya menurut syariat.
d. Yang Bersifat Rohani Atas Dasar Keterpaksaan
Seperti kesabaran jiwa karena terpaksa atas orang yang dicintainya, apabila antara keduanya terpisahkan oleh kematian misalnya yang merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Atau melalui data-data yang terhimpun yang menetapkan dia telah memusuhi seseorang yang tidak bersalah, lalu diringkus dan dipenjara.Terpisahlah antara dia dan ibunya, yang mana bagi ibunya, semua keluarga dan sanak saudaranya, selain dia sebagai pencari nafkah adalah juga sebagai seorang yang mengurusi urusan-urusan mereka. Atau dengan sebab keIslaman seseorang yang meninggalkan ibunya, isterinya, anak-anaknya, dan semua hartanya, lalu ia bersabar atas terputusnya hubungan itu. Seperti yang terjadi pasa Shuhaib bin Sinan manakala beliau ingin hijrah bersama Rasul SAW, tapi dia terlambat karena jatuh kesalah satu perangkap orang-orang musyrik. Dan ketika telah bebas dari perangkap itu dan berangkat dengan maksud menyusul Rasulullah saw, kelompoknya yang terdiri dari orang-orang Quraisy mengejarnya dan menghadang perjalanannya, lalu ia tunjukkan kepada mereka tempat persembunyian semua harta kekayaannya. Mereka pun segera pergi meninggalkannya dan tidak mempedulikannya.
Ya, sesungguhnya Shuhaib telah membeli jiwanya yang beriman dengan semua kekayaannya yang dikumpulkan selama masa mudanya. Dia telah mampu bersabar menahan dirinya dari hal yang dicintai oleh manusia umumnya, yaitu harta.
Apalah artinya harta ? apalah artinya emas ? apalah artinya dunia jika imannya telah tetap dan masih ada didalam hatinya kemulian serta masih ada keinginan untuk kembali ketujuan akhir ? 41

F. Macam-Macam Sabar
Pembagian sabar menurut keterkaitannya dengan hukum yang lima, bahwa sabar yang wajib ada tiga macam, yaitu :
1. Sabar dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban.

2. Sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan dan segala yang diharamkan.
3. Sabar atas musibah dan bencana.

Jenis Pertama : Sabar dalam Ketaatan
Kita tahu, iman adalah penghubung antara manusia dengan Allah SWT. Sebagaimana hubungan persaudaraan dan persahabatan antara manusia tidak dianggap dan tidak berarti apa-apa kecuali setelah terbukti oleh waktu dan telah tersingkap hakikat yang sebenarnya oleh berbagai macam kejadian, demikian pulalah keimanan. Untuk menentukan keimanan pada diri seorang hanba dan agar nyata kebenarannya, hubungan itu harus diuji dengan perintah-perintah, larangan-larangan, dan ketentuan takdir, yang dapat menyingkap kebenaran hubungan tersebut. Karena itu, manusia harus memahami secara sempurna bahwa tujuan diciptakannya makhluk yang dengannya perkara agama dapat mantap adalah mengenal Allah dan mengesakan-Nya dalam ibadah, cinta, taat, tobat kepada-Nya, ridha kepada-Nya dan mengikuti perintah-perintah-Nya secara keseluruhan, serta meninggalkan semua yang dilarangnya.
Kalau kita pikirkan secara mendalam rukun-rukun Islam yang wajib, kita akan temukan bahwa untuk menegakkan dan mengamalkannya secara kontinyu, kita membutuhkan ketahanan dan kesabaran dalam penderitaan. Shalat misalnya, sebagaimana kita ketahui merupakan tiang agama dan merupakan hubungan langsung antara manusia yang akan binasa dengan kekuatan yang kekal selamanya. Kedudukan shalat di dalam Islam tidak dapat ditandingi oleh ibadah lain apapun, karena ia ibadah yang dilakukan berulang-ulang dan tidak terikat dengan waktu tertentu sepanjang tahun disertai dengan kesabaran, sekalipun kesabaran diperlukan juga dalam ibadah-ibadah yang lain. Allah berfirman, ” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah : 153)
Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi mengetahui kekuatan besar yang diperlukan manusia untuk dapat tetap istiqamah di atas jalan yang benar. Oleh karenanya Dia mengarahkan umat Islam untuk menjadikan kesabaran dan shalat sebagai penolongnya dalam mengemban peran besar di atas pundak mereka. Yang paling utama adalah mengenal Allah, mengesahkan-Nya, dan mentaati-Nya. Itulah yang paling utama dan membutuhkan kesabaran. Sabar dalam segala jenis ketaatan adalah diharuskan, khususnya shalat, sebagai pujian terhadap kedudukannya (dalam Islam).42
Sabar bukan hanya berkaitan dengan pelaksanaan shalat saj, namun secara tidak langsung berkaitan juga dengan dengan zakat, sedekah, kedermawanan dan murah hati. Agama Islam menjadikan pemeluknya mencintai jiwa yang mulia dan tangan yang dermawan, menganjurkan mereka untuk bersegera melakukan kebaikan dan hal yang luhur, serta memuji orang-orang yang berinfak di jalan Allah :
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah : 274)
Jenis Kedua : Sabar Terhadap Maksiat
Suatu hal yang butuh perhatian adalah bahwa masyarakat sekarang di seluruh penjuru bumi cenderung menjauhi perintah-perintah Allah. Seseorang melakukan kemaksiatan-kemaksiatan tanpa malu dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan tanpa membedakan apakah dari agama atau dari makhluk. Dia menganggap bahwa hidup yang dijalaninya hanya di dunia ini saja, dan mengira bahwa kebagiaannya adalah dalam memperoleh kenikmatan-kenikmatan yang diharamkan. Dia menunjukkan pada dirinya dan orang-orang di sekelilingnya bahwa perbuatan-perbuatannya itulah yang masuk akal, yaitu yang sejalan dengan perkembangan peradaban. Akan tetapi, ketika dia berada seorang diri dan melihat hakikat dirinya, dia memahami bahwa hatinya tidak merasakan kenyamanan dan nuraninya mencela apa yang telah ia perbuat. Ini jika dia seorang yang mempunyai jiwa yang baik. Karena, jiwa yang tidak jelek pada suatu saat pasti akan memahami bahwa kemaksiatan-kemaksiatan, dosa-dosa, dan kesalahan-kesalahan mempunyai pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang jelek dan berbahaya, lalu dia membenci dan menjauhinya. Karena kemaksiatan baik besar atau kecil, nayat atau tersembunyi, adalah diharamkan, maka sabar dalam menahan diri darinya adalah sangat tinggi nilainya dalam kehidupan seseorang maupun masyarakat. Karena, tidaklah sesuatu itu diharamkan kecuali karena mengandung bahaya bagi kesehatan, akal dan amalnya, serta membahayakan bagi masyarakat.43
Di dalam pergumulan kita dengan materi, terdapat beberapa tindakan yang pada dasarnya merupakan kemaksiatan dan penyakit yang telah diharamkan oleh Islam atau diperingatkan kepada kita. Telah digambarkan pula kepada kita cara mengatasinya dengan sesuatu yang membawa kemaslahatan, baik pribadi maupun masyarakat. Di antaranya kebakhilan. Sifat tercela ini bermakna kekerasan hati seseorang dan hilangnya kasih sayang dari dirinya, egoisme yang terlalu dan tidak memikirkan orang lain ataupun memperhatikan perasaan dan kebutuhan-kebutuhan mereka, kebencian yang berketerusan antara kaum kafir yang membutuhkan dan orang-orang kaya yang sangat kikir. Oleh karenanya Islam menganggap kebakhilan termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah SWT :
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (QS. Ali ’Imran : 180)
Dan dijelaskan oleh Nabi saw mengenai dosa besar yang diterima oleh orang bakhil, dalam haditsnya, ”Dan orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dekat dengan neraka.”44
Jenis Ketiga : Sabar Atas Bala
Allah SWT menjadikan kehidupan dunia diatas kodrat yang berubah-ubah dan silih berganti. Ada sedih dan senang, ada cinta dan benci, serta ada sehat dan sakit. Terkadang sebagian manusia ditakdirkan menderita berbagai macam cobaan. Maka tidak ada jalan lain kecuali sabar dan pasrah. Sabar atas sesuatu yang telah ditakdirkan kepadanya, pasrah dan rela terhadap qadla Allah, itulah jalan yang tepat untuk melalui ujian terbesar, yaitu uji kehidupan. Akan tetapi, manusia selalu bingung menghadapi berbagai kesulitan; bosan terhadap penderitaan-penderitaan ; dan berkeluh kesah dalam menghadapi musibah. Apabila terbentur atau turun atasnya bencana, ia mengeluh dan sempit rasanya bumi dengan segala keluasannya.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. (QS.Al-Ma’arij: 19-20)
Manusia tekah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (QS. Al-Anbiya : 37)
Seseorang misalnya, dilahirkan dalam keadaan cacat atau ia mengalami suatu kecelakaan, di mana dalam kecelakaan itu dia mengalami patah atau terbakar atau luka atau suatu goncangan yang mengakibatkan kehilangan penglihatan – milik paling berharga- lalu dihadapkan pada kemungkinan bisa sembuh atau terus mengalami cacat yang tidak ia sukai, sebagai cobaan.Keduanya membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Apabila ia melakukan hal itu dan rela terhadap nasib dan takdir yang ditentukan Allah baginya, maka balasannya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, Sesungguhnya Allah SWT berkata ’apabila hambaku kutimpakan bala pada sesuatu yang paling dicintainya, lalu ia bersabar, maka aku akan ganti dari keduanya, surga,”45
Kesabaran dituntut pula apabila bahaya dan penderitaan atau kematian menjemput orang yang paling dicintainya, yaitu anak. Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa Rasulullah saw mendatangi seorang perempuan yang sedang menangisi anaknya. Lalu beliau berkata padanya, ” takutlah kepada Allah dan bersabarlah”. Wanita itu berkata, ”Apa pedulimu terhadap musibahku ?” Manakala beliau saw pergi, ada yang mengatakan pada wanita itu, sesungguhnya dia adalah Rasulullah saw. Maka wanita itu merasa seolah-olah dirinya mati. Kemudian dia mendatangi rumah Rasulullah saw. Dia tidak menemukan penjaga pintu disana, lalu berkata, ” Wahai Rasulullah, aku tidak tahu kalau yang aku ajak bicara tadi adalah engkau.” Maka Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada goncangan yang pertama.”46












SUMBER KUTIPAN BAB II

1Muhammad bin Abu Bakar Abdul Kadir, Mukhtar Shihah, (Bairut, Maktabah Lubnan, 1989,) Cet. 1, h. 311
2Zamaluddin Abi Fadhl Muhammad bin Mukarram, Lisanul Arab, (Bairut, Darul Kutub Al ’Ilmiah, 1424 H. / 2003 M,) Juz. 2 Cet. Pertama, h. 404
3Dr. Ibrahim dan Dr. Abdul Halim, Al Mu’jam Al Washit, (Kairo - Mesir, Majma’ul Lughah Al Arabiah, 1392 H / 1972 M,) Cet. Kedua, h. 505
4Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madariju as-Salikin, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998,) Juz.II, Cet.I, h.156
5Abdul Kadir Isa, Haqaiq An Attasawwuf, (Suria, Darul Irfan, 1421 H / 2001 M,) Cet. Kedua, h. 264
6Imam Abi Al Kasim Abdul Karim, Ar Risalah Al Kusyairiyah, (Kairo - Mesir, Darul Kutub Al Haditsah, 1972), Juz. 1, Cet. Pertama,h. 508
7Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Kairo - Mesir, Ihya Al Kutub Al Arabiyah, 1377 H / 1957,) Juz. 4, Cet. Pertama, h. 62
8Asma Umar Hasan Fad'aq, As-Shabru fi Dhau' alKitab wa as-Sunnah, diterjemahkan oleh Nasib Musthafa, (PT.Lentera Basritama, 2000 M,) Cet.II, h.51
9Syeikh Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, (Mesir, Akhbarul Jaum, tt,) Juz. 2 Cet. Pertama, h. 18-19
10¬Ibnu Qayyim, Op. Cit., hal. 203
11Imam Al Ghazali, Op. Cit., hal. 60
12Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al Mu’jam Al Mufahras Li Al Fazhil Qur’an, (Mesir, Darul Kutub Al Mishriyyah, 1945 M,) Cet. Pertama, h.
13Syeikh Muhammad Ghazali, Nahwu Tafsir Maudhu’i Li Suari Al Qur’an, (Bairut, Darul Syuruq, 1415 H / 1995 M,) Juz. 1 h. 45
14Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Tafsir Al Qur’anul Adzhim, Juz. 1, h. 404

15Amru Khalid, ash-Shabbru wadz Zauq, diterjemahkan oleh Sarwedi M, Aqwam, 2006M, Cet.II, h. 31
16Ibid., hal. 29
17Dr. Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Al Munir, (Beirut, Darul Fikir, 1411 H / 1951 M,) Juz. 23, Cet. Pertama, h. 270
18Syeikh Muhammad Ghazali, Op. Cit., Juz. 3, h. 235
19Imam Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi, Shahih Muslim Bisyarhi An Nawawi, (Mesir, Darurrayyan Litturats, 1417 H / 1986 M,) Juz. 6, Cet. Pertama, h. 220
20Ibid., hal. 125
21Muhammad bin ’Ulan As Shiddiqy, Dalilul Falihin, (Mesir, Darurrayyan Litturats, 1417 H / 1986 M), Juz. 1, Cet. Pertama, h. 171
22Al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa, Sunan At Tirmidzi, (Indonesia, Maktabah Dahlan, tt,) Juz. 3, , Cet. Pertama, h. 213
23Ibid.
24Muhammad bin ’Ulan As Shiddiqy, Op. Cit., h. 193
25Al Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa A. Muri Yusuf, Op. Cit, Juz. 4, h. 28
26Imam Abi Al Kasim Abdul Karim, Op. Cit., h. 510
27Ibid., h. 511-512
28Abdul Kadir Isa, Op. Cit., h. 267-268
29Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Mumbiji, Tasliayatu Ahlil Mashaib, (Bairut, Muassasah Iman, 1408 H / 1988 M,) Cet. Ketiga, h. 181-182
30Imam Al Ghazali, Op. Cit., Juz.IV, h.66
31Ibid
32Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit, h.73
33Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Op.Cit, Juz.XI, h.393
34Imam al-Gazali, Op.Cit., Juz.IV, h.67
35Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Op.Cit, h.203
36Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Op.Cit., Juz.IV, h.119
37Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit., h.83
38 Imam al-Gazali, Op.Cit., Juz.IV, h.67
39Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit., h.85
40Ibid, h.86
41Ibid, h.89
42Ibid, h.96
43Ibid, h.131
44Al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa, Op.Cit, Juz.III, h.231
45Al-Hafiz Muhammad bin 'Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Mesir, Darul Rayyan Litturas, 1986M,) Juz.X, Cet.I, h.120
46Ibid., Juz.III, h.177

Tidak ada komentar: