15 Desember 2008

PENDIDIKAN PARTISIPATIF

PERLUNYA PENDIDIKAN PARTISIPATIF

I. Pendahuluan
Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari orang lain. Secara kodrati manusia akan selalu hidup bersama dalam berbagai bentuk komunikasi dan kundisi. Ia senantiasa melakukan interaksi, baik interaksi dengan alam lingkungan, interaksi dengan sesamanya, maupun interaksi dengan Tuhan; baik disengaja maupun tidak disengaja. Salah satu dari bentuk dari interaksi, khususnya interaksi manusia yang dilakukan secara disengaja dikenal satu istilah, pendidikan. Manusia sadar bahwa tampa pendidikan, perkembangan dan pertumbuhan potensi kemanusiaannya akan berjalan sangat lamban, bahkan mungkin tidak berkembang.
Secara operasional, proses pendidikan terjadi dengan melibatkan berbagai unsur dan senantiasa terkait dengan fenomena sosial lainnya. Oleh karenanya, pendidikan sering dipahami dari pendekatan sistemik sebagai sekumpulan komponen yang saling berhubungan dengan mencapai sasaran-sasaran umum tertentu1. dalam pengertian ini setidaknya sebuah sistem mengandung beberapa prinsip, di antaranya keterintegrasian, keteraturan, keutuhan, keterorganisasian, keterhubungan, dan ketergantungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain2.
Di abad pengetahuan sekarang ini. cenderung terjadinya perubahan global, yaitu:
1. Semakin kuatnya paradigma pembangunan mainstream yang struktur dasarnya adalah “pertumbuhan ekonomi” dan “modernisasi” yang dibangun diatas akar budaya “materialistik”, “konsumtif”, “hedonistik”, “persaingan”, dan “eksploitasi tanpa batas” atau “keserakahan” demi akumulasi kapital yang tanpa batas pula.
2. Semakin kuatnya praktek “neo-liberalisme” yang mewujud dalam bentuk:
3. pasar bebas hambatan (kapital, barang & jasa), penghapusan subsidi sosial, deregulasi, privatisasi perusahaan negara (bank, rumah sakit, telekomunikasi, kereta api, jalan tol, air bersih, lisstrik, Minyak bumi, dll), dijadikannya barang publik menjadi barang komesial; yang hanya menguntungkan bagi kekuatan kapital global.
4. Dampak yang ditimbulkan adalah kemiskinan semakin meluas, kerusakan
5. lingkungan, konflik budaya, konflik perebutan sumber daya, menurunnya kualitas kehidupan manusia, dan semakin terancamnya keberlangsungan kehidupan manusia.

Pendidikan sebagai bagian dari sistem sosial tidak terlepas juga dari hal tertentu. Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan berbagai komponen yang berkaitan erat satu sama lainnya; di mana proses pendidikan dipahami sebagai interaksi antara komponen yang satu dengan yang lainnya guna mencapai tujuan pendidikan. Perpadoan ke-harmonisan dan keseimbangan serta interaksi unsur-unsur esensial pendidikan, pada tahap operasional dipandang sebagai faktor yang sangat menentukan keberhasilan pendidikan.
II. Kurikulum Sebagai Sub Sistem Pendidikan Islam
Istilah pendidikan dalam konteks Islam telah banyak dikenal dengan mengunakan term yang beragam, yaitu al-tarbiyat, al-ta’lim, dan al-ta’dib. Setiap term tersebut mempunyai makna dan pemahaman yang berbeda, walaupun dalam hal-hal tertentu, ia mempunyai kesamaan pengertian3. Pemakaian ketiga istilah tersebut, apalagi pengkajiannya dirujukan berdasarkan sumber pokok ajaran Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah), selain akan memberikan pemahaman yang luas tentang pengertian pendidikan Islam, secara substansial filosofis pun akan memberikan gambaran mendalam tentang bagaimana sebenarnya hakikat dari pendidikan Islam tersebut.
Pendidikan Islam merupakan aktivitas bimbingan yang disengaja untuk mencapai kepribadian muslim, baik yang berkenaan dengan jasmani, rohani, akal maupun akhlak. Sistem pendidikan Islam adalam interaksi berbagai komponen pendidikan dalam menciptakan dan menyelenggarakan aktivitas bimbingan guna tercapainya kepribadian muslim. Proses sederhana yang menggabarkan interaksi unsur pendidikan dapat secara jelas dilihat dalam proses belajar yang dilakukan di lembagai pendidikan formal, tepatnya di kelas, yaitu manakala guru (ustadz) mengajarkan nilai-nilai ilmu dan keterampilan kepada murid, terjadilah apa yang dinamakan proses belajar.
Perlu ditegaskan di sini bahwa proses belajar walaupun diidentifikasi sebagai watak pokok proses pendidikan, tidak berarti menafikan cara dan usaha pendidikan lainnya seperti memberi dorongan, memberi contoh yang baik, memberi pujian, dan hukuman, ataupun yang lainnya.
Salah satu komponen operasional pendidikan dalam satu sistem adalah materi. Materi pendidikan adalah semua bahan pelajaran yang disampaikan kepada peserta didik. Materi pendidikan ini sering juga disebut dengan istilah kurikulum, karena kurikulum menunjukkan makna pada materi yang disusun secara sistematis guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan4.
Kurikulum dalam makna materi seperti yang dikemukankan di atas, sesungguhnya merupakan pandang tradisional yang masih dianut sampai sekarang (juga di Indonesia)5. Konsep dasar kurikulum sebenarnya dapat juga diartikan sebagai berikut: (1) Kurikulum sebagai program studi; (2) Kurikulum sebagai content; (3) Kurikulum sebagai kegiatan berencana; (4) Kurikulum sebagai hasil belajar; (5) Seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu; (6) Kurikulum sebagi repro-duksi kultural; (7) Kurikulum sebagai pengalaman belajar; keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan di bawah pimpinan sekolah; dan (8) Kurikulum sebagai produksi6.

III. Orientasi dan Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Inti dari materi pokok pendidikan Islam adalah bahan-bahan, aktivitas dan pengalaman yang mengandung unsur-unsur ketauhidan7. Al-Jamaly mengemukakan bahwa garis besar materi kurikulum dalam pendidikan Islam meliputi untutan untuk mematuhi hukum Allah, yaitu :
1. Larangan mempersekutukan Tuhan;
2. Berbuat baik kepada orang tua;
3. Memelihara, mendidik dan membimbing anak sebagai tanggung jawab terhadap amanah Allah;
4. Menjauhi perbuatan keji dalam bentuk sikap lahir dan batin;
5. Menyantuni anak yatim dan memelihara hartanya;
6. Tidak melakukan perbuatan di luar kemampuan;
7. Berlaku jujur dan adil ;
8. Menepati janji dan menunaikan perintah Allah;
9. Berpegang teguh pada ketentuan Allah.8
Secara operasional kurikulum pendidikan Islam diarahkan kepada :
a. Orientasi Kurikulum pada Perkembangan Anak Didik
Orientasi pada anak didik dalam pengembangan kurikulum memberikan arahan dan pedoman pada setiap kurikulum untuk memenuhi kebutuhan anak didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan kemampuan. Tiap kurikulum harus memperhatikan anak didik berapa banyak perhatian itu bergantung pada kedudukan dan peranan yang diberikan kepadanya. Kurikulum hendaknya bersifat child-cen-tered dan memberikan peluang seluas-luasnya kepada anak didik untuk berkembang.
Berkaitan dengan itu, Crow And Crow menyarankan hubungan kurimkulum dengan anak didik sebagai berikut :
1. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan keadaan perkembangan anak didik;
2. Isi kurikulum hendaknya mencakup keterampilan, pengetahuan dan sikap yang dapat digunakan anak didik dalam kehidupan;
3. Anak didik hendaknya didorong untuk belajar secara aktif dan tidak sekedar penerima pasif apa yang dilakukan oleh pendidik;
4. Sejauh mungkin apa yang dipelajari anak harus mengikuti minat dan keinginan anak didik yang sesuai dengan tarap perkembangannya.9
b. Orientasi Kurikulum pada Lingkungan Sosial
Orientasi kurikulum diarahkan juga pada upaya positif dari lembaga pendidikan untuk memberikan konstribusi pada perkembangan sosial, sehingga output di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengejawantahkan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Orientasi kurikulum pada kebutuhan masyarakat dikembangkan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Memusatkan tujuan pendidikan pada perhatian dan kebutuhan masyarakat;
2. Mengunakan buku-buku dan sumber-sumber dari masyarakat sebanyak-banyaknya;
3. Menyusun kurikulum berdasarkan kehidupan manusia;
4. Memupuk jiwa pemimpin dalam lapangan kehidupan masyarakat;
5. Mendorong anak didik untuk aktif kerjasama dan saling mengenal arti sesama10
Dalam pandangan ini, kurikulum merupakan media ‘social engineering’ yang mengutamakan kepetingan sosial di atas kepentingan individu. Tujuannya adalah perubahan sosial atas tanggung jawab masyarakat.11 Kurikulum pendidikan Islam dengan mengacu pada orientasi tersebut dikembangkan dengan cara memuat berbagai materi pendidikan yang bernuansa kebutuhan masyarakat dan lingkungan.
c. Orientasi Kurikulum pada Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Kesenian
Ilmu pengetahuan senantiasa merupakan inti kurikulum. Anak-anak dikirim ke sekolah agar mempelajari ilmu pengetahuan tersebut. Ilmu pengetahuan merupakan warisan umat manusia yang ditumpuk selama berabad-abad dan masih terus akan dikembangkan selama manusia berada di permukaan bumi ini. Mempelajari ilmu pengetahuan berarti turut menikmati harta kekayaan umat manusia sambil meninkatkan kemampuan intelektual.
Ilmu pengetahuan yang disusun oleh para ahli dalam berbagai disiplin ilmu diajarkan di sekolah dalam bentuk mata pelajaran. Oleh karena itu, kuri-kulum pendidikan dikembangkan dengan memuat sejumlah mata pelajaran dari berbagai disiplin ilmu, baik berupa pengetahuan, humaniora, teknologi maupun kesenian.
IV. Kurikulum Pendidikan Islam: Paradigma Partisipatif dan Implementasinya
Dalam pemahaman lain, kurikulum pendidikan selalu terkait dengan sejumlah pengetahuan teoritis dan praktis. Hal ini dadasari oleh pengertian bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan diperlukan sejumlah pengetahuan atau ilmu.
Menurut al-Jundi, kurikulum pendidikan pada garis besarnya meliputi ilmu-ilmu bahasa dan agama, ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu pembantu seperti sejarah, geografi, sastra, syair, nahu, balaghah, filsafat dan logika12. Berdasarkan pembagian ilmu, kurikulum pendidikan Islam erat katannya dengan klasifikasi tersebut.
Al-Farabi mengklasifikasikan ilmu menjadi empat kelompok, yaitu : (1) Bahasa, terdiri atas : pengetahuan bahasa, tata bahasa, dikte, latihan, dan prosa; (2) Logika, terdiri atas : kategorisasi, premis mayor dan minor, kesimpulan, definisi, retorika, syair dan logika sofistik; (3) Matematika, terdiri atas : ilmu hitung, geometri, optika, astronomi, musik dan mekanika; (4) Ilmu pengetahuan alam dan metafisika terdiri atas fisika dan metafisika; dan (5) Ilmu kemasyarakatan (sosial) terdiri atas : fiqh dan ilmu kalam.13
Filosof muslim al-Ghazali memberikan garis besar rumusan kurikulum pendidikan Islam dalam empat kelompok, yakni 1) Ilmu-ilmu yang wajib dipelajari orang-perorangan (fardhu ‘ain), seperti ulum al-Qur’an, ulum al-hadits, fiqh dan tafsir; 2) Ilmu yang berguna bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia (fardhu ‘kifayat) seperti ilmu kedokteran, matematika, teknologi, politik dan lainnya; 3) Ilmu yang tergolong ilmu penunjang (sunat) seperti tata bahasa dan cabangnya; 4) Ilmu yang berkatan dengan kebudayaan seperti kesusastraan, sejarah dan cabang-cabang filsafat, (mubah). Selain dari keempat macam tersebut, ada lagi macam ilmu yang terlarang mempelajarinya, yaitu ilmu sihir.14
Secara prinsipil kurikulum pendidikan Islam tak terlepas dari keterkaitannya dengan dasar dan tujuan pendidikan Islam. Beberapa bagian materi kurikulum dapat saja dikembangkan sesuai dengan tuntuntan zaman dan lingkungan hidup manusia, tetapi dipertimbangkan bahwa kurikulum pendidikan Islam harus terkait secara substantif dengan tujuan pendidikan Islam.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran terakhir pendidikan, dalam Konferensi Pendidikan Islam Pertama Sedunia, kurikulum pendidikan Islam dikembangkan dengan dasar pengetahuan yang dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu :
a. “Pengetahuan Abadi” yang diberikan didasarkan pada wahyu Ilahi yang diturunkan dalam al-Qur’an dan Sunnah, dan semua yang dapat ditarik dari keduanya dengan tekanan pada bahasa Arab sebagai kunci untuk memahami keduanya.
b. “Pengetahuan yang diperoleh” termasuk ilmu-ilmu sosial, alam dan tarapan yang rentan terhadap pertumbuhan kuantitatif dan pelipatgandaan. Variasi terbatas dengan pinjaman lintas budaya dipertahankan sejauh sesuai dengan syariah sebagai sumber nilai.15
Dari dua kelompok pengetahuan tersebut, maka disusun kurikulum dan silabus sebagai berikut :
1. Kurikulum dan Silabus: “Pengetahuan abadi” yang diberikan
a. Kajian tentang kitab suci al-Qur’an dan al-Sunnah;
b. Studi fuqh (hukum Islam);
c. Studi syariah;
d. Kebudayaan Islam;
e. Studi naskah-naskah langka;
f. Bahasa-bahasa.
2. Kurikulum dan Silabus: “Pengetahuan yang diperoleh”
a. Sastra;
b. Seni dan keterampilan;
c. Ilmu-ilmu sosial; (1) Pembuatan indeks bibliografi untuk ilmu-ilmu sosial; (2) Studi-studi perbandingan; dan (3) Persiapan wnsi-klopedi yang mulai ditangani;
d. Ilmu-ilmu terapan.
Kurikulum pendidikan Islam pada dasarnya merupakan refleksi paradigma pengetahuan menurut Islam.secara mendasar akan meliputi dua kebutuhan dasar manusia yakni yang berorientasi pada kebutuhan material dan yang berorientasi kebutuhan spiritual. Kedua kebutuhan ini bagaimanapun tidak dapat dilepaskan keterkaitannya dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Oleh karenanya, dikotomi ilmu pengetahuan yang demikian nampak dalam sejumlah realitas penyelenggaraan pendidikan Islam dewasa ini, harus mulai dibenahi.
Dalam konteks ini, perlu ditelaah kembali hal-hal mendasar berkenaan dengan pandangan ‘Islam’ terhadap ilmu pengetahuan. Pengetahuan (ilmu) pada dasarnya merupakan sejumlah pengalaman atau ‘yang akan menjadi’ pengalaman (propan dan sakral) yang diberi oleh Kemurahan Khalik kepada manusia, melalui suatu yang diverbalkan (qauliyat Qur’aniyat), maupun sesuatu yang dinyatakan (kauniyat). Dalam Islam, pengetahuan diidentifikasi bersumber dari dua hal pokok yang berakar pada kemurahan Allah, yaitu :
(a) Wahwu Ilahi yang mengandung ajaran Allah;
(b) Intelek manusia dan perangkatnya yang tetap berada dalam hubungan timbal balik dengan alam semesta pada tingkat pengamatan, kontemplasi, percobaan, dan penerapan. Manusia bebas melakukan apa saja yang dikehendakinya sejauh ia tetap berada dalam kondisi yang sepenuhnya mentaati al-Qur’an dan al-Sunnah.
Melalui optimalisasi peran akal, keduanya dikembangkan secara induktif dan deduktif untuk menghasilkan tiori-teori yang dapat dikembangkan menjadi disiplin ilmu pengetahuan mandiri. Metodologi studi Islam diperankan sebagai media untuk menterjemahkan pesan qauliyat/Qur’aniyat dan kauniyat, sehingga melahirkan ilmu Islami yang orsinal. Secara umum paradigma tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :














Akhirnya, perlu ditegaskan kembali di sini bahwa diperlukan kembali restrukturisasi pada kerangka dasar sejumlah pengetahuan yang selama ini menjadi contet dari kurikulum pendidikan Islam. Ilmu-ilmu Islam yang lahir melalui metodologi studi Islam yang komprehensif dan integral dari paradigma tauhidullah seperti yang dijelaskan di atas perlu menjadi central pengetahuan (core kurikulum) yang harus dimiliki oleh anak didik dalam proses pendidikan Islam (Muhammadiyah).
Selanjutnya dengan mempertimbangkan orientasi kurikulum dan prinsip integralisasi, sistematik, ekologik dan fleksibilitas, kurikulum disusun dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, paling tidak memenuhi beberapa hal mendasar sebagai berikut :

- Mteri kurikulum harus merupakan integtasi ilmu (Tauhid Ilmu/Ilmu Islam)
- Materi yang disusun tidak menyalahi fitrah manusia;
- Adanya relevansi dengan tujuan pendidikan Islam (pendidikan Muhammadiyah), yaitu sebagai upaya dalam rangka ibadah kepada Allah;
- Disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan usia anak didik;
- Perlunya membawa anak didik kepada objek emperis, sehingga anak didik mempunyai keterampilan-keterampilan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyaraka, dan dapat mencari penghidupan yang layak; Materi yang diajarkan tidak hanya bersifat teoritis tetapi juga bersifat praktis;
- Adanya penyusunan kurikulum yang integral, terorganisasi, dan terlepas dari segala kontradiksi antara materi satu dengan materi lainnya;
- Materi yang disusun memiliki relevansi dengan masalah-masalah aktual;
- Adanya metode yang mampu menghantarkan tercapainya materi pelajaran dengan memperhatikan perbedaan masing-masing individu;
- Materi yang disusun mempunyai relevansi dengan tingkat perkembangan anak didik dan aspek-aspek sosial dan mempunyai pengaruh positif serta pragmatis;
- Memperhatikan kepuasan pembawaan fitrah;
- Memperhatikan pendidikan kejuruan untuk mencari penghidupan dan adanya ilmu alat untuk mempelajari ilmu-ilmu lain;
- Setiap jenis dan jenjang pendidikan dalam perguruan Muhammadiyah harus mengandung muatan yang bersifat Tauhid Ilmu (Integrasi Ilmu Islami), sehingga ilmu apa saja yang dikembangkan selalu berorientasi pada ajaran Islam (pengembangan Ilmu Islam).

DAFTAR KEPUSTAKAAN


1. Winardi, Teori Sistem dan Analisa Sistem, Jakarta: Karya Nusantara, 1980.

2. Rusadi Kantaprawira, Pendidikan Sistem dalam Ilmu Sosial: Aplikasi dalam Meninjau Kehidupan Politik Indonesia, Bandung: Sinar Baru, 1987.

3. Muhaimin, et. al, Pemikiran Pendidikan Islam : Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Bandung : Trigenda Karya, 1993.

4. Jalaluddin & Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Konsep Perkembangan Pemikirannya, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

5. Muhammad Fadhil al-Jamaly, Filsafat Pendidikan dalam al-Qur’an, ter. Zainul Abidin Ahmad, Jakarta: Pepara, 1981.

6. Suntari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Yogyakarta: FIP-IKIP, 1986.

7. S. Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Cutra Aditya Bakti, 1993.

8. Al-Jundi, Anwar, Al-Islam ‘ala Masyarif al-Qurn al-Khamis “asyr, Al-Qahirat: Mathbaat Zahran, 1973.

9. Muhammad Munir Mursyi, At-Tarbiyat al-Islamiyat: Ushuluha wa Tathawwuruha fi al-Bilad al-Arab, Alam al-Kitab, Kahirat, 1982.

10. Rekomendasi umum pada konferensi pendidikan muslim yang pertama pada Pengelompokkan Pengetahuan dan Sistem Ilmu.

Tidak ada komentar: