15 Desember 2008

ETIKA POLITIK & AKHLAK POLITIKUS

ETIKA POLITIK & AKHLAK POLITIKUS
Dr. H. ARTANI HASBI
Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi Kalimantan Selatan

Disampaikan pada :
“ Forum Ilmiah Studium General Dalam Rangka Wisuda Sarjana ke XV Sekolah Tinggi Agama Islam Rasyidiyah Khalidiyah ( STAI RAKHA ) Amuntai Kalimantan Selatan


“Berbicara etika politik itu, seperti berteriak di padang gurun”. “Etika politik itu nonsense”. “Realitas politik adalah pertarungan kekuatan dan kepentingan”. “Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tundung kepada yang seharusnya”. “Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara”. “Dalam konteks ini, bagaimana etika bisa berbicara”… Pandangan ini dikemukakan oleh Haryatmoko, dosen Filsafat Pascasajana Universitas Indonesia, dalam tulisannya di harian Kompas 29 Maret 2001.
Cesdekiawan muslim Nurchalis Madjid menguraikan tentang etika politik dalam arti implimentasi dari keadilan, dan ini adalah prinsip akhlak mulia.
Sebelum masuk pada pembahasan judul di atas, lebih dahulu dikemukakan urgensi dan akhlak dalam perspektif diskursus etemologis-filosofis-teologis.
I
Urgensi etika dan akhlak dalam logika politik dan logika agama dapat dikaji dalam Encyclopedia Britanica ; etika dinyatakan dengan tegas sebagai filsafat moral, yaitu studi yang sisematik mengenai sifat dasar dari konsep-konsep nilai baik, buruk, harus, benar, salah, dan sebagainya. Sehingga oleh Lillie1, etika digolongkan sebagai ilmu pengetahuan normatif yang bertugas memberikan pertimbangan perilaku manusia dalam mansyarakat apakah baik atau buruk, benar, atau salah.
Pendapat Lillie di atas, berbeda dengan uraian yang dikemukakan oleh Austin Fogothey2, dan William Frankena3. Kalau Fogothey memberikan definisi bahwa etika berhubungan dengan seluruh ilmu pengetahuan tentang manusia dan masyarakat, yang meliputi antropologi, psikologi, sosiologi, ilmu politik dan ilmu hukum. Perbedaannya terletak pada aspek keharusannya (ought). Berbeda dengan teologi moral, karena tidak bersandarkan pada kaidah-kaidah keagamaan, tetapi terbatas pada pengetahuan yang dilahirkan tenaga manusia sendiri. sedangkan Frankena menjelaskan bahwa etika sebagai cabang filsafat, yaitu filsafat moral atau pemikiran kefilsafatan tentang moralitas, problem moral, dan pertimbangan moral. Istilah moral dan etika sering dipadankan (disamakan) dengan kebenaran (right), kebaikan (good) yang berlawanan dengan kata ‘tidak bermoral’ (immoral) dan ‘tidak beretika’ (unethical).
Untuk lebih mempertajam pemahaman tentang etika, dapat dikemukakan istilah yang dekat, yaitu etiket (sopan santun). Dua kata ini (etika dan etiket) dalam bahasa Inggris “ethics” dan “itiquette” di samping terdapat perbedaan, ada persamaan yang mendasar, antara lain : keduanya menyangkut perilaku dan perbuatan manusia dan mengatur perilaku tersebut secara normatif, dan pada gilirannya dapat menentukan apa yang harus dan boleh dilakukan, atau apa yang tidak boleh dilakukan. Sedang perbedaannya minimal ada 4 (empat) macam, seperti yang diuraikan Achmad Charris Zubair dosen Filsafat UGM Yogyakarta, antara lain ;
Pertama, etiket menyangkut cara suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Di antara beberapa cara mungkin, etiket menunjukkan cara yang tepat, artinya, cara yang diharapkan dapat dibenarkan dalam suatu kalangan tertentu. Misalnya, jika menyerahkan seseuatu kepada atasan, harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Dianggap melanggar etika, bila seseorang menyerahkannya dengan tangan kiri. Tetapi etika tidak tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan. Etika memberi norma tentang perbuatan itu sendiri. etika menyangkut bahasan apakah suatu perbuatan boleh dilakukan, ya atau tidak. Contoh ; mengambil barang milik orang lain tanpa izin, tidak pernah dibenarkan/diperbolehkan. “jangan mencuri adalah merupakan suatu norma etika”. Apakah mencuri dengan tangan kanan atau dengan tangan kiri. Norma etis tidak terbatas pada cara perbuatan dilakukan, melainkan menyangkut perbuatan itu sendiri (it self).
Kedua, etiket hanya berlaku dalam pergaulan. Bila tidak ada orang lain hadir atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misalnya, ada banyak peraturan etiket yang mengatur cara makan. Dianggap melanggar etiket, bila kita makan sambil berbunyi atau meletakkan kaki di atas kursi, dan sebagainya. Tapi kalau makan seorang diri, tidak melanggar etiket, bila makan dengan cara demikian. Sebaliknya, etikat selalu berlaku dalam setiap keadaan, walaupun tidak ada saksi mata. Etika tidak tergantung pada hadir tidaknya orang lain. Larangan untuk mencuri selalu berlaku, dengan kesadaran ada orang lain, hadir melihat atau tidak. Begitu pula jika meminjam suatu barang kepunyaan orang lain, terdapat kesadaran untuk mengembalikan, walaupun pemiliknya sudah lupa.
Ketiga, etiket bersifatrelatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu tempat atau kebudayaan, bisa saja dianggap sopan pada tempat dan kebudayaan yang lain. Contohnya, makan dengan mempergunakan sendok atau makan hanya menggunakan tangan tanpa sendok ; lain halnya dengan etika. Terdapat sesuatu yang lebih dalam dan bersifat absolut. Contoh, “jangan mencuri” “jangan membunuh”, “jangan memfitnah”.
Keempat, etiket hanya memandang dari segi lahirnya saja, sedang etika menyangkut sesuatu yang mendalam. Kalau dengan etiket, bisa saja seseorang bagaikan “musang berbulu ayam”. Apa yang terlihat, terdengar dan tergambar, terkesan sangat sopan dan halus, tapi di dalamnya tersimpan suatu yang penuh dengan kebusukan. Banyak penipu berhasil dengan maksud jahatnya, justru meyakinkan orang lain. Bagi etiket terkadang mampu untuk bersatu (menyatu) dengan kemunafikan, tapi bagi etika adalah sangat tidak mungkin hal itu terjadi. Orang bersikap etis adalah orang yang sungguh-sungguh melakukan yang benar dan baik.
Pengertian benar, secara objektif adalah satu, tidak ada dua benar yang bertentangan. Apabila ada dua hal yang bertentangan, mungkin salah satunya saja yang benar atau kedua-duanya salah, yang benar adalah yang belum disebut. Apabila benar itu kriterianya peraturan, maka adalah wajar, kita menemukan benar yang berlainan di dunia ini. Bahkan mungkin bertentangan antara benar menurut suatu waktu dengan benar menurut waktu yang lain, atau benar menurut suatu golongan/kelompok dengan benar menurut golongan/kelompok yang lain, sebab peraturannya berlain-lainan. Apalagi apabila peraturannya bertentangan antara suatu tempat dengan yang lain atau suatu waktu dinamakan ‘benar’ (right). Kerena itu, kebenaran di dunia ini apabila hanya didasarkan peraturan yang dibuat oleh manusia adalah relatif, dan secara objektif, bahkan peraturan itu hanya satu dan tidak mungkin mengandung perlawanana di dalamnya ; hakekatnya yang benar itu adalah pasti dan hanya satu.
Kebenaran yang objektif, yang merupakan kebenaran yang pasti dan satu itu adalah kebenaran yang didasarkan kepada peraturan yang dibuat oleh Yang Maha Satu, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Maha Benar. Karena itu satu-satunya kebenaran yang objektif adalah kebenaran yang dibuat oleh Yang Maha Satu, Yang Maha Benar itu. Sehingga peraturan yang buat manusia bersifat relatif itu menjadi benar apabila tidak bertentangan dengan peraturan yang objektif yang dibuat Yang Maha Satu, Yang Maha Benar; yaitu peraturan yang tidak bertentangan dengan wahyu, karena kebenaran mutlak adalah kebenaran dari Yang Maha Benar; sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya :
ﻦﻳﺮﺗﻣﻤ ﻦﻧﻮﮑﺗ ﻼﻔ ﻚﺑﺮ ﻦﻣ ﻕﺣﻟﺍ
Artinya : “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu”. (Q.S. al-Baqarah 2: 147).

Peraturan-peraturan dari Tuhan ini disampaikan kepada para utusn-Nya melalui wahyu; dan inilah yang menjadi dasar kebenaran dalam sikap perilaku orang yang beragama. Oleh itu, benar yang objektif adalah benar yang didasarkan atas peraturan yang dibuat oleh Tuhan. Sedangkan peraturan yang dibuat manusia, akan dijamin kebenarannya apabila peraturan-peraturan itu tidak bertentangan dengan peraturan yang dibuat Tuhan. Peraturan yang dibuat Tuhan bersifat universal dan fleksibel, sehingga dapat memberikan kemudahan bagi makhluk-Nya untuk menerapkannya di tempat manapun, dan dalam kondisi atau waktu kapanpun.
Etika dalam ajaran Islam selalu disebut dengan ‘akhlak’ (etika Islam). Dalam hal ini disebabkan karena ‘akhlak’ diambil dari bahasa Arab dari akar kata khuluk yang berarti budi pekerti4.
Kata akhlak mengandung segi-segi persesuaian dengan khalqun dan erat hubungannya dengan khaliq dan makhluq. Setiap perbuatan dan perilakumanusia (makhluq), apakah secara individu maupun interaksi sosial tidak bisa terlepas dari pengawasan khaliq (Tuhan Maha Pencipta). Baik dan buruk, benar dan salah, bagaimana melaksanakan dan mencapai tujuan yang seharusnya, dapat dijelaskan dengan memahami pengertiaan akhlak, ini dikemukankan oleh Ahmad Amin dalam bukunya Al-Akhlaq5.
Begitu pula Ibnu Maskawih6 mengemukakan bahwa akhlak dapat berubah dengan kebiasaan dan latihan serta pelajaran yang baik. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan mengosongkan dirinya dari segala sifat tercela dan menghisinya dengan sifat-sifat terpuji dan luhur.
Sedangkan Imam al-Ghazali7 menegaskan bahwa akhlak suatu sifat yang tetap pada jiwa seseorang, dari jiwa tersebut timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dan tidak membutuhkan pemikiran. Dari pemikiran ketiga tokoh Muslim (Ibnu Maskawih, al-Ghazali dan Ahmad Amin) di atas, perlu dijelaskan kembali bahwa apa yang dimaksud dengan kebiasaan tersebut merupakan perbuatan yang harus diulang-ulang, dan mempunyai syarat-syarat antara lain :
Pertama, ada kecenderungan (keinginan) hati untuk mengerjakannya. Kedua, ada pengulangan yang cukup banyak sehingga menjadi bagian dari budaya pribadi dan dengan demikian secara mudah mengerjakannya tanpa memerlukan pikiran lagi. Ketiga, menangnya keinginan manusia dengan menetapkan suatu putusan atau pilihan setelah dia bimbang. Hal ini merupakan suatu proses dari sejumlah keinginan terhadap ada stimulan-stimulan melalui indera. Kemudian timbul kebimbangan, mana yang harus dengan kata lain, mana yang harus didahulukan, karna tidak mungkin mengerjakan semua keinginan dalam waktu yang sama.
Dari beberapa pengertian tentang etika dan akhlak di atas, diharapkan dapat digunakan dalam pembahasan “etika dan logika berpolitik”.
II
Akhir-akhir ini manuver politik yang dilakukan elite-elite politik (politikus) makin menambah semarak dinamikapolitik nasional. Manuver politik ini layak dicermati, mengingat dampaknya yang sangat luas pada instabilitas politik, sosial, ekonomi dan keamanan.
Konflik elite merupakan hal yang wajar dalam negara demokrasi. Konflik elite bisa terjadi dalam berbagai strata, baik secara horizontal di antara elite politik itu sendiri. yang paling parah jika konflik itu terjadi serentak; vertikal dan horizontal.
Namun demikian, banyak cendekiawan dan pakar ilmu politik menyatakan bahwa konflik elite pada satu sisi dapat membawa kepada perubahan yang produktif. Konflik yang serius, rasional, sungguh-sungguh objektif, maka penguasa negara otoriter menjadi rapuh dan jatuh. Tetapi di sisi lain konflik elite rentan pada sesuatu yang sangat berbahaya. Jika konflik elite terus berlanjut dalam waktu yang lama, negara dalam keadaan kritis multi dimensional dan keamanan tidak stabil, terjadilah kerusuhan, anarki, kekerasan dan hakim sendiri.
Menurut M.G. Button pakar ilmu politik kebangsaan Inggris menyebutkan bahwa konflik elite dapat dapat dicermati dari berbagai sisi, terutama dalam hubungannya dengan transisi menuju demokrasi. Ada tiga teori yang mewarnai wacana konflik elite dimaksud. Pertama, elite yang bersatu secara edeologi. Kedua, elite yang berkonflik. Ketiga, elite yang berkompetisi dalam prosedur demokrasi.
Dalam situasi konflik elite yang ketiga inilah urgensi etika politik sesuatu yang niscaya. Menciptakan kompetisi yang sehat, prosedural dan konstitusional bukankah suatu upaya mewujudkan etika politik ? Betapa kasar dan tidak santunnya suatu rekayasa politik, tindakannya membutuhkan legitimasi. Legitimasi tindakan ini mau tidak mau harus merujuk pada norma dan nilai hukum atau peraturan perundang-undangan. Di sini letak celah elite politik bisa berbicara dari dengan otoritasnya yang menjanjikan.
Elite politik berbicara dari sisi objek yang menjadi korban politik. Politik yang kasar dan tidak adil akan mengakibatkan jatuhnya korban, baik individu maupun kelompok. Korban akan bereaksi dan berupaya untuk membangkitkan simpati, yang disebut indegnation (terusik dan protes terhadap ketidak adilan). Keberpihakan pada korban tidak akan mentolerir politik yang kasar dan tidak santun. Jeritan korban adalah berita duka bagi etika politik.
Konflik elite dan pertarungan kekuasaan/kepentingan yang berlarut-larut, akan membangkitkan kesadaran yang mendesak dan tuntutan keadilan. Penyelesaian tidak akan terwujud bila tidak mengacu dan perpedoman pada etika politik. Sering terangkat luntaran pernyataan “perubahan harus konstitusional”, “mengikuti prosedur dan tata tertib”, hal ini menunjukan betapa pentingnya implementasi etika politik secara konkrit.
Tujuan utama etika politik adalah mengarakan ke hidup yang benar dan baik secara bersama dan untuk orang lain, dalam rangka memperluas lingkup kebebasan dan membangun institusi-institusi yang adil. Etika politik membantu menganalisa korelasi antara tindakan individual, tindakan kolektif dan struktur-struktur yang ada di tengah komunitas yang plural. Penekanan adanya korelasi ini menghindarkan pemahaman etika politik yang diredusir menjadi hanya sekedar etika individual yang kerdil dan penuh rekayasa sebagai penonjolan perilaku individu yang syarat dengan tendensi kesenangan temporer.
Tujuan utama etika politik di atas, pernah dikemukakan oleh Paul Ricoeur (1913) seorang antropolog terkenal yang menekankan tiga persyaratan mutlak yaitu, Pertama, upaya hidup baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain …, Kedua, upaya memperluas lingkup kebebasan …, Ketiga, membangun institusi-institusi yang adil.
Tiga persyaratan itu saling terkait. “hidup baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain” tidak mungkin terwujud, kecuali bila menerima pluralitas dan dalam kerangka institusi-institusi yang adil. Hidup yang baik dan benar adalah cita edeal kebibasan, kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-institusi yang adil memungkinkan perwujudan kebebasan yang bertanggung jawab dengan menghindarkan setiap warga negara (individu atau kelompok) dari saling merugikan. Sebaliknya, kebebasan warga negara mendorong inisiatif dan sikap keritis terhadap institusi-institusi yang tidak adil. Pengertian kebebasan yang terakhir kali yang dimaksud adalah syarat mutlak secara fisik, sosial dan politik yang perlu dipenuhi demi pelaksanaan konkret sebuah kebebasan yang bertanggung jawab.
Etika politik tidak hanya menyangkut perilaku individual, tetapi terkait dengan tindakan koliktef (etika sosial). Dalam etika individual, kalau orang mempunyai pendapat tertentu bisa langsung diwujudkan dalam tindakan individu. Sedangkan dalam etika politik, yang merupakan etika sosial, untuk dapat mewujudkan pendapatnya dibutuhkan persetujuan dari sebanyak mungkin warga negara karena menyangkut tindakan kolektif. Hubungan antara pandangan atau pendapat seseorang dengan tindakan kolektif tidak secara langsung membutuhkan perantara. Tetapi ada perantara yang menjabatani pandangan peribadi dengan tindakan kolektif. Perantara itu bisa berupa simbol-simbol merupakan nilai-nilai.
Menurut Frans Magnis Soseno; simbol-simbol dan nilai-nilai- itu, bisa simbol agama, kepercayaan, ediologi, demokrasi, nilai keadilan, kebebasan, kesetaraan dan sebagainya; dinamakan dengan “symbolic universi of meaning”. Melalui simbol-simbol dan nilai-nilai itu politikus berusaha meyakinkan sebanyak mungkin agar menerima pandangan atau pendapanya sehingga mendorong kepada tindakan bersama. Di sinilah letaknya seni dalam berpolitik, karena kebutuhan kemampuan atau meyakinkan lewat bicara retorika dan persuasi; bukan manipulasi, kebohongan, paksaan dan kekerasan.
Etika politik akan sangat cermat terhadap manipulasi atau penyalahgunaan simbol dan budaya yang mengkondisikan tindakan kolektif, dan … Last but not lest … di sinilah letak pentingnya akhlak politikus.
III
Kalau ditegaskan persyaratan pertama etika politik “hidup baik dan benar secara bersama dan untuk orang lain”, maka etika politik dipahami sebagai wujud dan sikap perilaku seorang politikus yang jujur, santun, memiliki integritas meyakinkan, menghargai dan menghormati orang lain, menerima pluralitas, peka terhadap ketidak adilan, berupaya untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan tidak mementingkan golongannya saja. Jadi, politikus yang menghayati dan menjalankan perilaku politiknya seperti di atas adalah tercatat sebagai negarawan yang berakhlak mulia (akhlaq al-karimah).
Perilaku politik elite hendaknya didasari oleh penghayatan seni berpolitik yang mengandung kesatuan. Kesatuan politik diukur oleh beberapa dalam kesadaran terhadap keutamaan akhlak mulia. Kesantunan itu sering tampak apabila ada pengakuan timbal balik dan hubungan fair di antara para perilaku politik. Tetapi pemahaman seperti ini akan menggeser arti dan hakikat etika politik yang berdasar akhlak mulia tersebut. Contoh sederhana misalnya suatu pernyataan menyatakan bahwa : “Bila setiap politikus jujur, maka Indonesia akan makmur”. Dari sudut koherensi, pernyataan itu benar, dan tidak terbantahkan. Tetapi jika dilihat dari teori korespondensi, pernyataan hipotesis itu terlalu jauh dari kenyataan ( hipotesis irealis).
Etika politik yang hanya puas dengan koherensi norma-normanya dan tidak memperhitungkan real politic, akan gagal membawa kepada kesejahteraan umum, bahkan terkesan memaksakan kehendak untuk mencapai suatu tujuan kesuksesan, kemenangan dan memperoleh atau mempertahankan kekuasaan. Seorang Filosof Italia, Machiavelli menegaskan doktrin politiknya dalam hubungan antara kekuasaan dengan pertarungan kekuatan. Masyarakat bukan terdiri dari individu-individu subjek hukum, tetapi terdiri dari kelompok kepentingan yang saling berlawanan. Politik yang benar adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apapun caranya. Segala cara dihalalkan. Tidak ada hukum, kecuali kekuatan yang memaksanya. Hanya sesudahnya, hukum dan hak direkayasa untuk melegitimasi kekuatan itu, demi mencapai tujuan.
Gambaran Machiavelli ini seakan menyadarkan kita pada konflik elite bangsa Indonesia saat ini. Politik dan akhlak menjadi dua dunia yang sangat berbeda. Etika politik seakan relevan dan menjadi barang antik yang mahal harganya. Dan hanya dapat dibeli oleh politikus yang mampu merekayasa demi kepentingan politiknya.
Tetapi dalam teori ilmu politik, bahwa politikus itu bukanlah sebagai aktor pasif. Elite politik adalah individu-individu yang diharapkan mampu independen untuk dapat menjinakkan kekuatan-kekuatan yang saling berbeda kepentingan. Dan pada gilirannya etika politik yang didasiri akhlak mulia dari pada politikus secara bersama membangun institusi-instutisi yang lebih adil.
Membangun institusi yang adil adalah upaya memastikan terjaminnya kesempatan sama secara bersama dan memiliki komitmen yang kuat terhadap penetapan prosedur yang adil. Adalah tidak mungkin terbangun institusi yang adil jika tidak ada keadilan prosedural. Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, hukum-hukum, undang-undang, dan kesadaran akhlak. Jadi prosedur ini terkait dengan legitimasi dan justifikasi. Misalnya seorang harus membagi kue tart secara adil kepada sembilan orang (termasuk sipembagi sendiri). maka menurut peraturan menetapkan “yang membagi harus mengambil pada giliran terakhir” ini merupakan prosedur yang adil dan berorieantasi pada akhlak mulia. Dengan ketentuan itu, bila sipembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebih kecil dari yang lain, maka tanpa harus diperintah oleh orang lain, dengan kesadaran akhlak, dia akan berusaha seadil-adilnya membagi kue itu secara transparan menjadi sama besarnya. Dengan demikian, walaupun ia mendapat giliran terakhir, secara kasat mata tidak akan dirugikan. Keadilan prosedural menjadi tulang punggung etika politik, karena sebagai prosedur sekaligus mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalah gunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada kehebatan rekayasa politikus, tetapi dipercayakan kepada prosedur yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang baik dan benar, sehingga keadilan distributif, komonikatif, dan keadilan sosial bisa terjamin secara faktual.
Sistem hukum yang baik dan benar, juga akan menghindarkan praktek busuk politikus. Sering terjadi, meski hukum sudah adil. Seorang koroptor divonis bebas oleh hakim karena beberapa alasan kepiawaian pengacara, antara lain ; tidak cukup bukti, tekanan terhadap hakim, dan sebagainya. Padahal, prosedur hukum positif yang berlaku tidak mampu memuaskan rasa keadilan ; dan penyelesaiannya harus mengacu pada prinsip epieikeia (yang benar dan yang adil). Dalam logika agama hanya Allah yang menetapkan hukum dengan prosedur yang seadil-adilnya.
IV
Setiap individu yang beriman kepada Allah diharapkan mampu menjadi khalifah Allah di muka bumi untuk menerapkan norma-norma dan nilai-nilai keadilan.
Cendekiawan muslim Nurcholis Madjid menguraikan kata “keadilan” ditinjau dari segi kebahasaan. Dalam kitab suci al-Qur’an disebutkan perkataan “adil (‘ad’l), untuk makna keadilan dan berbagai nuansanya. Adapula perkataan “qisth”, “wasth”, dan “mizan”. Semua pengertian berbagai kata itu bertemu dalam suatu ide umum sikap tengah yang berkesinambungan dan jujur. Kalau diteliti lagi secara etimologis bahasa Arab, bahwa “wasith” terambil “wasth”. Dalam bahasa Indonesia disebut “wasit” artinya “penengah” atau orang yang berdiri di tengah, yang mengisyaratkan keadilan. Begitu pula “’ad’l” sinonim dengan kata “inshaf” (berasal dari “nishf” yang artinya “setengah”), dan orang yang adil disebut “munshif”. (dari “inshaf” itulah timbul kata “insaf” dalam bahasa Indonesia yang berarti “sadar”, karena memang orang yang adil, yang sanggup berdiri di tengah tanpa secara apriori memihak, dan menyadari persoalan yang dihadapi membutuhkan sikap tengah untuk memutuskan sesuatu menjadi tepat dan benar).
Menurut Murtadla al- Muthahari, terdapat empat pengertian pokok tentang adil dan keadilan :
Pertama, keadilan mengandung pengertian perimbangan atau keadaan seimbang (mawzun, balance), tidak pincang. Dalam suatu kesatuan secara bersama-sama menuju tujuan yang sama, dengan persyaratan yang sama, mempunyai ukuran yamg tepat, dan diharapkan mampu untuk mempertahankan diri sesuai dengan fungsinya, sehingga bagian-bagian dari kesatuan tersebut hanyalah sebagai alat. Muthahhari menegaskan, bahwa keadilan dalam makna keseimbangan itu berlaku terutama untuk kesatuan bagian wujud fisik, termasuk alam raya. Seperti firman Allah menyatakan : “Dan langit pun ditinggikan oleh-Nya, Dia meletakkan keseimbangan (mizan)”8. maka keadilan dengan makna keseimbangan adalah lawan dar kekacauan atua ketidakserasian. Begitu juga keserasian sosial, harmonisasi kehidupan bermasyarakat, dalam arti, keamanan, ketertiban, kemantapan serta keberhasilan mencapai tujuan dan sebagainya, bisa terwujud melalui sistem politik yang adil.
Kedua, keadilan mengandung makna persamaan. Tetapi bukan persamaan mutlak terhadap semua orang, dalam arti yang sempit. Muthahhari menjelaskan, bahwa keadilan dalam persamaan bukan memberlakukan semua sama tanpa memperhatikan adanya perbedaan kemampuan, tugas dan fungsi seseorang. Misalnya seorang pemimpin diberlakukan persis sama dengan seorang pesuruh. Hal ini bukan keadilan tetapi kezaliman. Pengertian keadilan dalam persamaan ialah memberlakukan sama kepada mereka yang mempunyai hak yang sama (karena kemampuan, tugas dan fungsi yang sama).
Ketiga, keadilan dalam perhatian kepada hak-hak pribadi, dan memberikan haknya karena dia yang mempunyai hak tersebut. (“I’tha kull dzi haqq haqqahu”). Apabila tidak demikain berarti kezaliman, yaitu perampasan hak bagi orang yang berhak dan pelanggaran hak-hak oleh orang yang tidak berhak. Menurut Muthahhari, ada dua hal yang harus dijelaskan ; (1) Masalah hak dan pemilikan (al-huquq wa al-uluwiyyat, rights and properties) Hak dan pemilikan seseorang sesuai dengan usaha dan hasil usahanya. Begitu juga hak pemilikan yang bersifat alami, misalanya hak bayi untuk mendapatkan susu. Adalah suatu yang zalim seorang ibu apabila tidak memeberi susu terhadap bayinya. (Kalau si bayi “hanya” setuju minum ASI). (2) Masalah kekhususan hakiki manusia, yaitu kualitas manusiawi trtentu yang harus dipenuhi oleh dirinya dan diakui oleh orang lain untuk dapat mencapai tujuan hidupnya yang lebih tinggi ( mencapai prestasi atau karier). Menghalangi adalah kezaliman.
Keempat, Keadilan Tuhan (al- ‘ad’l al-Ilahi), berupa kemurahan Allah dalam melimpahkan rahmat-Nya kepada sesuatu atau etingkat dengan kesediaannya untuk menerima eksistensi dirinya sendiri atau pertumbuhan danperkembangan ke arah kesempurnaan.9
Prinsip keadilan menurut logika agama, akan mempertajam pemahaman terhadap diskursus etika politik yang mau tidak mau, setuju atau tidak setuju membutuhkan kesadaran akhlak mulia.
Wallahu a’lam bi al-shawab








DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Amin, Al- Akhlak, (Kairo, Dar al- Kutub al- Mishriyah, t.t.)
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta, Rajawali Pers, 1987)
Austin Fogothey, Right and Reason, (St. Louis, USA : Press of the V.C. Mosby, 1976)
Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, ( Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1994)
Encyclopdia Britanica, Vol.III, (London, Inc.1972)
Frans Von Magnis, Etika Umum, (Yogyakarta, Yayasan kanisius, 1975)
Ibnu Miskawaih, Tahdhib al- Akhlaq, ( Berut : Dar al- Kutb al- Ilmiah, 1985)
Imam al- Ghazali, Ihya ‘Ulum al- Din, jilid III. (Kairo, Dar al- Sya’b, t.t)
Johannes, Richard L, Etika Komunikasi, (Bandung, Remaja Rosdakarya< 1992)
Nurcholish Madjid, Islam Doktren dan Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 1992)
William Frankena, Ethics, (New Jersey : Prentice Hall, 1973)
William Lillie, An Introduction to Ethics, (New York : Barnes Noble, 1957)
w. Poespoprodjo, Filsafat Moral, (Bandung, Remajakarja, 1986)












DAFTAR KUTIPAN

1 “the normative science of the conduct of human beings living in societeis is a scince which judge this conduct to be right or wrong, to be good or bad, or in some similar way. Thisdefinition says, first of all, that athiccs is a science,and a science may be definned as a systematic and more or less complete body of knomledge about a particular set of related events or objects” (william Lillie, An Introduction to Ethics (New York : Barnes Noble, !957), hal. 1-2.
2 Austi Fogethey, Right and Reason ( St. Louis, USA : Press of the V.C. Mosby, 976), hal.3-4.
3 William Frankena, Ethics (New Jersey: Prentice Hall, 1973) hal. 5-6.
4 kata budi peketi dalam bahasa Indonesia, merupakan kata majemuk dari kata ‘budi’ dan ‘pekerti’. Kata budi berasal dari bahasa Sansekerta, bentuk isim-fa’il ( subjek) atau alat, yang berarti ‘yang sadar’ atau ‘yang menyadarkan’ atau ‘alat kesadaran’. Bentuk masdarnya budh yang berarti ‘kesadaran’. Sedang bentuk maf’ulnya (objek) adalah budha artinya ‘yang disadarkan’. Pekerti, berasal dari bahasa Indonesia yang berarti ‘kelakuan’. Menurut terminologi : kata ‘budi pekerti’ yang terdiri budi dan pekerti; dapat dijelaskan bahwa ‘budi’ ialah yang ada pada manusia, yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio, disebut caracter. Jadi, budi pekerti adalah merupakan perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia.
5 Ilmu akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang harus dilaksanakan oleh sebagian manusia terhadap sebagiannya, menjelaskan tujuan yang hendaknya dicapai oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan yang lurus yang harus diperbuat. Amin, Al-Akhlak, (Kairo, Dar al-Kutub al- Mishriyah, t.t.), hal.12
6 Ibnu Miskawaih, Tahdib al- Akhlaq, (Beirut: Dar al-Kutb al- Ilmiah, 1985), hal.14
7 Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al- Din, Jilid III ( Kairo, Dar al- Sya’b, t.t), hal.52
8 Surat al- Rahman, 55: 9.
9 Nurcholish Madjid, Islam, Doktren dan Peradaban, (Jakarta, Paramadina, 1992), hal.513-517.

ASPEK PENILAIAN PRAKTEK MENGAJAR

ASPEK PENILAIAN PRAKTEK MENGAJAR
I. PERSIAPAN
1. Program Satuan Pelajaran
a. Rumusan Tujuan Pembelajaran
b. Perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus
c. Penjabaran Materi
d. Alat/Bahan Pelajaran
e. Langkah-Langkah Proses Belajar Mengajar
2. Absen Tatap Muka
II. KEG.IATAN BELAJAR MENGAJAR
A. Pendahuluan
1. Penampilan Guru
2. Appersepsi / Motivasi
3. Penguasaan B.Indonesia Yang Baik dan Benar
B. Pengembangan
1. Penguasaan Materi
2. Penyajian Sesuai dengan Urutan Materi
3. Metode / Pendekatan
4. Penggunaan Alat Bantu
5. Partisipasi Siswa
6. Bimbingan Terhadap Siswa Yang Mengalami Kesulitan Belajar
7. Teknis Bertanya
III. PENERAPAN DAN PENUTUP
1. Tes Proses Belajar
2. Daya Serap
3. Resume
4. Tugas Siswa
5. Pelaksanaan Sesuai Dengan Alokasi Waktu
6. Mengakhiri Pelajaran Dengan Baik.

CONTOH PROSEDUR MENGAJAR

CONTOH PROSEDUR MENGAJAR
Hal yang perlu dilakukan sebelum memulai KBM :
- Salam
- Menulis tanggal
- Menuliskan Mata Pelajaran & Judul Bahasan
- Mengabsen siswa atau menanyakan yang tidak hadir
- ( Khusus SD/MI ) membagi papan tulis dalam beberapa bagian
- mengecek tugas-tugas dan kesiapan siswa
- berdo’a
A. MEMULAI PELAJARAN
1 Menyampaikan bahan pengait/ appersepsi atau pre tes
2 Memotivasi siswa untuk melibatkan diri dalam Kegiatan Belajar Mengajar
B MENGELOLA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR (KBM)
1 Menyampaikan bahan
2 Memberi contoh
3 Menggunakan alat/ media pengajaran
4 Memberi kesempatan kepada siswa untuk aktif
5 Memberi penguatan
C MENGORGANISASIKAN WAKTU, SISWA DAN FASILITAS BELAJAR
1 Mengatur penggunaan waktu
2 Mengorganisasi peserta didik
3 Mengatur dan memanfaatkan fasilitas belajar
D MELAKSANAKAN PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR
1 Melaksanakan penilaian selama KBM berlangsung
2 Melaksanakan penilaian pada akhir pelajaran
E MENGAKHIRI PELAJARAN
1 Menyimpulkan pelajaran
2 Memberikan tindak lanjut

KINERJA GURU

KINERJA GURU
1. Mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran
1.1 Menyiapkan alat, media, dan sumber belajar
Yang perlu diperhatikan dalam menyiapkan alat, media, dan sumber belajar sebagai berikut berikut.
a. Media pembelajaran yang diperlukan tersedia.
b. Media pembelajaran mudah dimanfaatkan.
c. Sumber belajar yang diperlukan tersedia.
d. Sumber belajar mudah dimanfaatkan
1.2 Melaksanakan tugas harian kelas
Tugas-tugas harian kelas mungkin berhubungan atau tidak berhubungan langsung dengan pembelajaran. Pelaksanaan tugas harian kelas yang efektif dan efisien sangat menunjang proses pembelajaran.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan apakah guru memeriksa dan menindaklanjuti hal-hal berikut.
a. Ketersediaan alat tulis (kapur, spidol) dan penghapus.
b. Pengecekan kehadiran siswa.
c. Kebersihan dan kerapian papan tulis, pakaian siswa, dan perabotan kelas.
d. Kesiapan alat-alat pelajaran siswa serta kesiapan siswa mengikuti pelajaran.
2. Melaksanakan kegiatan pembelajaran
2.1 Memulai kegiatan pembelajaran
Kegiatan memulai pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka menyiapkan fisik dan mental siswa untuk mulai belajar.
Memulai pembelajaran dapat dilakukan dengan cara :
a. Memotivasi siswa dengan mengajukan pertanyaan yang menantang atau menceritakan peristiwa yang sedang hangat.
b. Mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman siswa ( apersepsi ).
c. Memberikan acuan dengan cara mengambarkan garis besar materi dan kegiatan.
d. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang harus dicapai.
2.2 Melaksanakan jenis kegiatan yang sesuai dengan tujuan, siswa, situasi, dan lingkungan
Segi ini menunjukkan tingkat kesesuaian antara jenis kegiatan pembelajaran dengan tujuan pembelajaran, kebutuhan siswa, perubahan situasi yang dihadapi, dan lingkungan.
Hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut.
a. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan tujuan dan hakikat materi pembelajaran.
b. Kegiatan pembelajaran sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan iswa.
c. Kegiatan pembelajaran terkoordinasi dengan baik (guru dapat engendalikan pelajaran, perhatian siswa terfokus pada pelajaran, disiplin kelas terpelihara).
d. Kegiatan pembelajaran bersifat kontekstual (sesuai tuntutan situasi dan lingkungan).
2.3 Menggunakan alat bantu (media) pembelajaran yang sesuai dengan tujuan, siswa, situasi, dan lingkungan
Segi ini memusatkan perhatian kepada penggunaan media pembelajaran yang dipergunakan guru dalam kelas, semakain variatif semakin bagus
2.4 Melaksanakan kegiatan pembelajaran dalam urutan yang logis
Segi ini digunakan untuk menentukan apakah guru dapat memilih dan mengatur secara logis kegiatan pembelajaran sehingga kegiatan satu dengan dengan yang lain merupakan tatanan yang runtun.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor berikut.
a. Kegiatan disajikan dari mudah ke sukar.
b. Kegiatan yang disajikan berkaitan satu dengan yang lain.
c. Kegiatan bermuara pada kesimpulan.
d. Ada tindak lanjut yang dapat berupa pertanyaan, tugas-tugas atau PR pada akhir pelajaran.
2.5 Melaksanakan kegiatan pembelajaran Secara individual, kelompok, atau klasikal
Dalam pembelajaran, variasi kegiatan yang bersifat individual, kelompok atau klasikal sangat penting dilakukan untuk memenuhi perbedaan individual siswa dan/atau membentuk dampak pengiring.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kegiatan klasikal, kelompok atau individual, sesuai dengan tujuan/ materi/ kebutuhan siswa.
b. Pelaksanaan kegiatan klasikal, kelompok atau individual sesuai dengan waktu dan fasilitas pembelajaran.
c. Perubahan dari kegiatan individual ke kegiatan kelompok, klasikal ke kelompok atau sebaliknya berlangsung dengan lancar.
d. Peran guru sesuai dengan jenis kegiatan (klasikal, kelompok atau individual) yang sedang dikelola.
e. Dalam setiap kegiatan (klasikal, kelompok atau individual) siswa terlibat secara optimal.
f. Guru melakukan perubahan kegiatan sesuai kebutuhan supaya tidak terjadi stagnasi.
2.6 Mengelola waktu pembelajaran secara efisien
Segi ini mengacu kepada pemanfaatan secara optimal waktu pembelajaran yang telah dialokasikan.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan descriptor berikut.
a. Pembelajaran dimulai tepat waktu.
b. Pembelajaran diakhiri tepat waktu
c. Pembelajaran dilaksanakan sesuai perincian waktu yang ditentukan.
d. Pembelajaran dilaksanakan sampai habis waktu yang telah dialokasikan.
e. Tidak terjadi penundaan kegiatan selama pembelajaran.
f. Tidak terjadi penyimpangan waktu selama pembelajaran.
3. Mengelola interaksi kelas
3.1 Memberi petunjuk dan penjelasan yang berkaitan dengan isi pembelajaran
guru harus menjelaskan secara efektif konsep, ide, dan prosedur yang bertalian dengan isi pembelajaran, apakah Petunjuk dan penjelasan sulit dimengerti dan tidak ada usaha guru untuk mengurangi kebingungan siswa, atau Petunjuk dan penjelasan guru sulit dimengerti dan ada usaha guru untuk mengurangi tetapi tidak efektif, atau Petunjuk dan penjelasan guru sulit dimengerti, ada usaha guru untuk mengurangi kebingungan siswa dan efektif., atau Petunjuk dan penjelasan guru sudh jelas dan mudah dipahami siswa.
3.2 Menanggapi pertanyaan dan respon siswa
Guru harus menangani pertanyaan dan komentar siswa., dimana guru idealnya meminta siswa lain untuk merespon pertanyaan temannya atau menampung respons dan perta-nyaan siswa untuk kegiatan selanjutnya, atau paling tidak menggali respons atau pertanyaan siswa selama pembelajaran berlangsung dan memberikan balikan kepada siswa.
3.3 Menggunakan ekspresi lisan, tulisan, isyarat dan gerakan badan
Guru harus mampu dalam berkomunikasi dengan bahasa lisan, tulisan, dan isyarat termasuk gerakan badan.
Kemampuan bidang ini adalah sebagai berikut.
a. Pembicaraan lancar.
b. Pembicaraan dapat dimengerti.
c. Materi yang tertulis di papan tulis atau di kertas manila (berupa tulisan dan atau gambar) dan lembar kerja dapat dibaca dengan jelas.
d. Isyarat termasuk gerakan badan tepat.
3.4 Memicu dan mengelola keterlibatan Siswa
Hal ini dimaksudkan memusatkan perhatian pada prosedur dan cara yang digunakan guru dalam mempersiapkan, menarik minat, dan mendorong siswa untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan apakah guru melakukan hal-hal berikut.
a. Membantu siswa mengingat kembali pengalaman atau pengetahuan yang sudah diperolehnya.
b. Mendorong siswa yang pasif untuk berpartisipasi.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka yang mampu menggali reaksi siswa.
d. Merespons/menanggapi secara positif siswa yang berpartisipasi.
3.5 Memantapkan penguasaan materi pembelajaran
Kemampuan guru dalam bidang ini dimaksudkan bahwa guru harus memantapkan penguasaan materi pembelajaran dengan cara merangkum, meringkas, mereviu (meninjau ulang), dan sebagainya. Kegiatan ini dapat terjadi beberapa kali selama proses pembelajaran.
4. Bersikap terbuka dan luwes serta membantu mengembangkan sikap positif siswa terhadap belajar
4.1 Menunjukkan sikap ramah,hangat, luwes, terbuka, penuh pengertian, dan sabar kepada siswa
Hal-hal yang harus diperhatikan sebagai berikut.
a. Menampilkan sikap bersahabat kepada siswa.
b. mengendalikan diri pada waktu menghadapi siswa yang berperilaku kurang sopan/negatif
c. Menggunakan kata-kata atau isyarat yang sopan dalam menegur siswa.
d. Menghargai setiap perbedaan pendapat, baik antar siswa, maupun antara guru dengan siswa.
4.2 Menunjukkan antusiasme mengajar
Segiini mengukur tingkat kegairahan mengajar. kegairahan ini dapat diperhatikan melalui wajah, nada, suara, gerakan, isyarat, dan sebagainya.
Untuk Segi ini perlu diperhatikan apakah guru menunjukkan kesungguhan dengan:
a. Pandangan mata dan ekspresi wajah.
b. Nada suara pada bagian pelajaran penting.
c. Cara mendekati siswa dan memperhatikan hal yang sedang dikerjakan.
d. Gerakan atau isyarat pada bagian pelajaran yang penting.
4.3 Mengembangkan hubungan antarpribadi yang sehat dan serasi
Segiini mengacu kepada sikap mental guru terhadap hal-hal yang dirasakan dan dialami siswa ketika mereka mengahapi kesulitan.
4.4 Membantu siswa menyadari kelebihan dan kekurangannya
Segiini mengacu kepada sikap dan tindakan guru dalam menerima kenyataan tentang kelebihan dan kekurangan setiap siswa.
Untuk segir ini perlu diperhatikan deskriptor sebagai berikut.
a. Menghargai perbedaan individual setiap siswa.
b. Memberikan perhatian kepada siswa yang menampakkan penyimpangan (misalnya cacat fisik, pemalu, agresif, pembohong).
c. Memberikan tugas tambahan kepada siswa yang memiliki kelebihan dalam belajar atau membantu siswa yang lambat belajar.
d. Mendorong kerja sama antar siswa yang lambat dan yang cepat dalam belajar.
4.5 Membantu siswa menumbuhkan kepercayaan diri
Segi ini mengacu kepada usaha guru membantu siswa menumbuhkan rasa percaya diri.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor berikut.
a. Mendorong siswa agar berani mengemukakan pendapat sendiri.
b. Memberi kesempatan kepada siswa untuk memberikan alasan tentang pendapatnya.
c. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memimpin.
d. Memberi pujian kepada siswa yang berhasil atau memberi semangat kepada siswa yang belum berhasil.
5. Mendemonstrasikan kemampuan khusus dalam pembelajaran mata pelajaran
Contohnya :
Materi pembelajaran Bahasa/sastra Indonesia meliputi 4 aspek, yaitu:
a. kebahasaan/kesastraan.
b. pemahaman/reseptif: membaca/mendengarkan.
c. penggunaan/produktif: berbicara/menulis, dan
d. apresiasi bahasa/sastra.
6. Melaksanakan evaluasi proses dan hasil belajar
6.1 Melaksanakan penilaian selama proses pembelajaran
Penilaian dalam proses pembelajaran bertujuan mendapatkan balikan mengenai tingkat pencapaian tujuan selama proses pembelajaran.
6.2 Melaksanakan penilaian pada akhir pembelajaran
Penilaian pada akhir proses pembelajaran bertujuan mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
7. Kesan umum kinerja guru
7.1 Keefektifan proses pembelajaran
Segi ini mengacu kepada tingkat keberhasilan guru dalam mengelola pembelajaran sesuai dengan perkembangan proses pembelajaran.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor berikut.
a. Pembelajaran lancar.
b. Suasana kelas terkendali sesuai dengan rencana.
c. Suasana kelas terkendali melalui penyesuaian.
d. Mengarah kepada terbentuknya dampak pengiring (misalnya ada kesempatan bagi siswa untuk dapat bekerja sama, bertanggung jawab, tenggang rasa).
7.2 Penggunaan bahasa Indonesia tepat
Segi ini mengacu kepada kemampuan guru dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor berikut.
a. Ucapan jelas dan mudah dimengerti.
b. Pembicaraan lancar (tidak tersendat-sendat).
c. Menggunakan kata-kata baku (membatasi penggunaan kata-kata daerah atau asing).
d. Berbicara dengan menggunakan tata bahasa yang benar.
7.3 Peka terhadap kesalahan berbahasa siswa
Guru perlu menunjukkan rasa peka terhadap kesalahan berbahasa, agar siswa terbiasa menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Rasa peka dapat ditunjukkan dengan berbagai cara seperti menegur, menyuruh, memperbaiki atau menanyakan kembali.
7.4 Penampilan guru dalam pembelajaran
Segi ini mengacu kepada penampilan guru secara keseluruhan dalam mengelola pembelajaran (fisik, gaya mengajar, dan ketegasan).
Untuk menilai butir ini perlu diperhatikan deskriptor berikut.
a. Berbusana rapi dan sopan.
b. Suara dapat didengar oleh seluruh siswa dalam kleas yang bersangkutan.
c. Posisi bervariasi (tidak terpaku pada satu tempat).
d. Tegas dalam mengambil keputusan.

KONSEP SABAR DALAM AL-QUR’AN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN KELUARGA

KONSEP SABAR DALAM AL-QUR’AN DAN HUBUNGANNYA DENGAN PENDIDIKAN KELUARGA
A. Tafsir Tentang Ayat Sabar (Surah Al-Baqarah Ayat 153, 154 & 155) dan Penjelasannya
Dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 153, 154 & 155, Allah Swt menegaskan semua rahasia pemecahan problematika kehidupan kita 1 :
       •   .              .          •   . (البقراة : ۱۵۳ - ۱۵۵ )

Dalam hal ini ada beberapa penafsiran atau penjelasan mufassir mengenai ayat 153, 154 & 155 surah Al-Baqarah ini yang penulis kemukakan antara lain :
1. Penafsiran menurut Syeikh Muhammad As-Sya’rawi
Syeikh Muhammad As-Sya’rawi menafsirkan ayat ini, yaitu : Allah Swt menuntut kepada kita agar menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong dalam melaksanakan perintah-Nya dan menjalankan syari’at-Nya, karena sabar merupakan upaya menahan diri dari keluh kesah / resah terhadap sesuatu yang terjadi dan sabar itu bermacam-macam bentuk sesuai dengan tingkatan manusia dalam beribadah.
Saidina Ali Ra. ditanya tentang hak jiran. Beliau menjawab : “Kalian tahukan bahwa kalian tidak boleh manyakitinya ? ... mereka menjawab : Ya. Beliau berkata : Dan kalian harus bersabar terhadap perlakuan jahat darinya. Seakan-akan kalian bukan hanya dituntut untuk tidak menyakiti jiran tetapi juga dituntut bersabar terhadap perlakuan jahat darinya pada diri kalian. Dan sifat sabarlah yang dapat membantumu bisa mengerjakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya.
Allah SWT melarang kamu dari keinginan-keinginan hawa nafsu dan memerintahkan perkara-perkara yang di dalamnya terdapat kesulitan-kesulitan, yang semuanya ini tentunya memerlukan kesabaran. Andaikan kamu jadikan manhaj Allah SWT itu sebagai ibadah, maka kamu akan terbiasa melakukannya. Seorang shaleh berkata dalam do’anya : ”Ya Allah, aku mohon agar Engkau tidak menyerahkan urusanku pada diriku. Ya Tuhanku, aku khawatir Engkau tidak memberiku pahala amal taatku. Ya Tuhanku, karena aku menginginkannya. Maha Suci Engkau. Engkau perintahkan kami untuk memerangi keinginan-keinginan nafsu kami”.
Perhatikan, ketaatan yang datang dari rasa cinta mendalam, menjadi disenangi dan dicintai oleh jiwa. Rasulullah Saw Berkata kepada Bilal disaat sedang mengumandangkan adzan ” أرحنابها يابلال ” Wahai Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat”. Beliau tidak mengatakan sebagaimana yang dikatakan sebagai orang “ أرحنامنها “ Kami istirahat mengerjakan shalat. Ada sebagian orang mengatakan bahwa shalat di atas pundakku bagaikan gunung dan aku istirahat mengerjakannya. Kita katakan padanya, ”Dengan shalat justru engkau bisa lapang, jangan tinggalkan sholat, karena kamu bersama dengan Allah, manusia selama ia bersama dengan Tuhannya, maka setiap perkara yang sulit akan menjadi mudah.
Firman Allah SWT “ إن الله مع الصابرين “ di sini, Allah menuntun kita agar menghadapi kehidupan ini harus beserta Allah. Engkau jika menghadapi kesulitan-kesulitan ini bersama orang yang kamu yakini mempunyai kekuatan, tentu kamu hadapi masalah itu dengan penuh keberanian. Bagaimana jika kamu bersama Allah yang setiap sesuatu tunduk patuh kepada-Nya ?... Apakah sesuatu itu berani berhadapan dengan kamu sedang kamu bersama-sama Allah ?...
Peristiwa yang terjadi tidak akan membuat makhluk gelisah dan keluh-kesah kecuali pada saat jauh dari pemeliharaan Tuhannya. Orang yang hidup dalam pemeliharaan Tuhannya, membuat syaitan tidak berani mengganggunya, syaitan khannas dibuatnya. Apa maksud khannas ? ... apabila kamu lupa mengingat Allah, ia berani mengganggumu dan apabila kamu mengingat-Nya (Allah), ia khannas dan lemah, tidak ada daya upaya / kekuatan baginya. Ia tidak mau masuk berperang melawan Allah tapi ia hanya masuk melawan makhluk Allah yang melupakan-Nya dan menjauhkan diri dari-Nya. Allah berfirman :
 • • .    . ( ص : ۸۲ - ۸۳)

Selama Allah bersama orang-orang sabar, tentu kita merindukan kesabaran. Bagaimana tidak, sabar yang membuat Allah SWT senantiasa menyertai kita.
Allah SWT mengetahui betul bahwa peristiwa keamanan dan permusuhannya senantiasa menimpa kaum muslimin dengan cara kekerasan tidak hanya mengancam harta mereka, namun juga diri mereka. Allah SWT ingin memberikan kekuatan pada kaum muslimin untuk melawan semua kejadian ini dan mewasiatkan untuk bersabar dan mengerjakan shalat, menghadapi kejadian-kejadian yang menggoncangkan jiwa mereka lewat kekerasan, dan allah katakan pada mereka masalah ini sampai kepada pembunuhan, mati syahid di jalan Allah. Dan Allah ingin mereka bisa tenteram dengan mengetahui bahwa mati syahid, setinggi-tingginya martabat iman, dimana seorang mukmin mampu mencapainya di dunia ini. Allah berfirman :
             . (البقراة : ۱۵٤ )
Kematian adalah peristiwa paling berat yang terjadi pada diri manusia. Anda boleh terkena musibah yang menimpa pada harta anda, anak anda, rezeki anda dan pada kesehatan anda, tapi apabila musibah ini menimpa pada diri anda dan anda dibunuh, maka ini adalah musibah yang sangat besar.
             . (البقراة : ۱۵٤ )

Kita tahu bahwa sekedar mendapatkan cobaan bukanlah satu kesalahan, tapi yang dinamakan kesalahan itu adalah gagal dalam menghadapi cobaan itu. Cobaan merupakan ujian dan tidak seorangpun mengatakan ujian itu satu kesalahan. Ia menjadi satu kesalahan bagi mereka yang tidak mampu memikul beratnya usaha menggapai keberhasilan. Adapun mereka yang mencurahkan semua kemampuannya dan berhasil meraih peringkat pertama, maka uian baginya adalah satu kebaikan. Oleh karenanya maksud firman Allah ”ولنبلو نكم ” yaitu Kami akan mengadakan ujian untuk memilih prajurit / pahlawan mengemban akidah baru ini.
Pada ayat sebelumnya Allah SWT Menyebutkan puncak dari cobaan yaitu bahwa manusia bisa mencapai derajat mati syahid di jalan Allah dan pahal syahid berupa berupa kekal hidup di sisi Tuhannya. Yang demikian itu mengawali cobaan-cobaan yang ringan. Menurut pandangan kita puncak dari cobaan adalah kehilangan hidup / kematian. Allah SWT ingin memberikan kekuatan pada kaum mukmin dalam menghadapi cobaan-cobaan di bawah itu, kekuatan menghadapi rasa takut, lapar, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Setiap sesuatu selain kematian adalah adalah masalah sepele jika dibandingkan dengan kehilangan hidup itu sendiri. Siapa yang tidak merasakan kehilangan nyawa, maka ia akan mendapatkan cobaan di bawah ini, yaitu cobaan berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta dan kekurangan saudara-saudara mukmin, demikian pula kekurangan buah-buahan. Isi semua perkara yang disenangi manusia. Kemudian datang perintah menuntut seorang mukmin meninggalkan sebagian dari yang ia senangi itu. Allah berfirman :
         •   . (البقراة : ۱۵۵ ) 2

2. Penafsiran menurut Syeikh Sa’id Hawwa
Syeikh Sa’id Hawwa menafsirkan : adalah setelah menerangkan perintah bersyukur, Allah kembali menerangkan tentang sikap sabar dan memberikan bimbingan untuk menuju kesempurnaannya, yaitu mengenal Allah, mengenal janji-janji Allah untuk para syuhada dan orang-orang sabar.
Pada ayat ini Allah memerintahkan untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong, karena keduanyalah yang sangat membantu menerima semua musibah. Dalam sebuah hadits diriwayatkan , “Bahwa Rasulullah apabila ditimpa satu perkara, beliau bersegera melakukan shalat”.
Sabar terbagi dua, sabar meninggalkan perbuatan haram dan dosa, sabar melaksanakan taat dan ibadah. Dan sabar yang kedua ini lebih besar pahalanya dari sabar yang pertama, karena inilah yang dimaksudkan. Adapun sabar yang ketiga yaitu sabar terhadap musibah yang menimpanya. Inipun hukumnya wajib seperti halnya minta maaf atas kesalahan. Dan puasa tergolong bagian bagian dari perintah menjadikan sabar sebagai penolong, karena puasa sebagian dari sabar. Sebagaimana membaca Al-Fatihah dan do’a termasuk bagian dari perintah menjadikan shalat sebagai penolong karena membaca Al-Fatihah dan do’a bagian dari shalat. Akan tetapi maksud pokok dari sabar di sini adalah bersabar / bersikap sabar. Apabila ini sudah jelas, maka kami katakan :
    
Karena dengan sabar anda akan meraih semua kenikmatan. ” والصلاة ”karena shalat mencegah dari segala perbuatan hina dan shalat juga memberikan ketenangan bagi orang yang mengerjakannya. ” إن الله مع الصابرين ”
Allah SWT beserta orang-orang sabar dengan memberikan pertolongan dan kemenangan. Rasulullah Saw bersabda :
عن صهيب بن سنان عن رسول الله قال : عجبا للمؤمن لا يقضى له الله قضاء إلا كان خيرا له. إن أصابته سرّاء فشكر كان خيرا له. وإن اصابته ضراء فصبر كان خيرا له. (رواه مسلم)

”Sungguh menakjubkan kehidupan seorang mukmin. Allah SWT tidaklah memutuskan satu perkara untuknya melainkan kebaikan baginya. Apabila dia diterpa musibah dia bersabar, dan yang demikian itu baik baginya. Dan apabila dia memperoleh nikmat, dia bersyukur dan yang demikian itu baik baginya.
             . (البقراة : ۱۵٤ )

"Allah SWT memberitahukan keadaan para syuhada di alam barzakh, bahwa mereka hidup serta diberi rezeki. Dalam ayat ini terdapat larangan mengatakan mati bagi orang-orang yang gugur di jalan Allah, karena mereka hidup dalam kehidupan yang kita tidak mengetahuinya, karena kehidupan para syuhada tidak bisa diketahui melalui panca indera".
         •   . (البقراة : ۱۵۵ )

Pada ayat pertama Allah memerintahkan untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong dan Allah menjanjikan memberikan pertolongan-Nya dan kemenangan atas kesabaran. Setelah itu Allah menyebutkan hal-hal yang bisa membantu bersikap sabar terhadap musibah-musibah besar yang menimpanya di jalan Allah yaitu kematian, dengan memberitahukan keadaan para syuhada di sisi Allah. Kemudian ia jelaskan juga keadaan orang-orang yang sabar, hakekat sabar dan ganjarannya serta apa yang akan terjadi. Dengan demikian sempurnalah hakekat sabar sebagai penyempurna sikap syukur. Ajaran Islam tidak lain adalah sabar dan syukur. 3

3. Penafsiran menurut Imam Muhammad Jamaluddin Al Qasimi
Pada ayat sebelumnya Allah SWT memerintahkan untuk bersyukur dan pada ayat ini Allah memberikan bimbingan menjadikan sabar dan shalat sebagai penolong. Karena seorang hamba tidak terlepas dari dua keadaan. Keadaan mendapatkan nikmat, maka ia harus bersyukur. Dan keadaan mendapat musibah, maka ia harus bersabar menghadapinya. Sebagaimana sabda Rasul :
عن صهيب بن سنان عن رسول الله قال : عجبا للمؤمن لا يقضى له الله قضاء إلا كان خيرا له. إن أصابته سرّاء فشكر كان خيرا له. وإن اصابته ضراء فصبر كان خيرا له. (رواه مسلم)
Artinya :
"Sungguh menakjubkan kehidupan seorang mukmin, Allah SWT tidaklah memutuskan satu perkara untuknya melainkan kebaikan baginya. Apabila ia ditimpa musibah ia bersabar dan yang demikian itu baik baginya. Dan apabila ia memperoleh nikmat, dia bersyukur dan yang demikian itu baik baginya".

Allah menjelaskan bahwa yang sangat membantu sekali bagi seseorang dalam menghadapi musibah di jalan Allah adalah sabar dan shalat. Diriwayatkan sebuah hadits :
عن حذيفة رصى الله عنه قال : أن رسول الله كان إذا حزبه أمر صلى. (رواه احمد وابو داود )
Artinya :
“Bahwa Rasul saw apabila ditimpa suatu urusan atau masalah beliau segera shalat”.

Imam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “As Siyasah As Syar’iyah” berkata : Yang paling membantu bagi seorang pemimpin (secara khusus) dan bagi yang lainnya (secara umum) tiga macam :

1. Ikhlas karena Allah, bertawakkal kepada-Nya dengan banyak berdo’a dan lainnya.
2. Berbuat baik sesama makhluk dengan memberi manfaat dan harta berupa zakat.
3. Bersikap sabar atas perlakuan tidak baik dari orang lain dan atas musibah yang menimpa dirinya.

Oleh karena itu, banyak kita temukan kata ”sabar” berbarengan dengan kata ”shalat” dalam satu ayat seperti : واستعينوا بالصبر والصلاة
Demikian pula kata shalat berbarengan dengan kata ”zakat” begitu banyak. Dengan melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat dan bersikap sabar tentu akan menjadi baik keadaan pemimpin dan rakyat.
" إن الله مع الصابرين "
Imam Ibnu Taimiyah berkata kata ”ma’iyah” dalam Al-Qur’an mempunyai dua pengertian, pengertian secara umum seperti firman Allah ” وهو معكم أينما كنتم” dan pengertian secara khusus, seperti firman Allah ” إننى معكما أسمع وأرى ” jika yang dimaksudkan adalah zatNya serta tiap-tiap sesuatu, maka bertentanganlah pengertian umum itu dengan pengertian khusus.

Tidaklah dimaksudkan kata ”ma’iyah” dalam bahasa Arab dan Al-Qur’an bersatunya zat dengan zat yang lain. Seperti firman Allah SWT ” محمد رسول الله والذين معه ...” dengan demikian mustahil zat Allah menjelma pada zat makhluk.
Pada tempat lain beliau paparkan bahwa kata ”ma’iyah” dalam bahasa Arab sekalipun mengandung makna berkumpul, beserta dan bersamaan, tetapi tidak menapikan kehamatinggianNya pada 'arsyNya, apabila Allah beserta hambaNya, maka hukum kebersamaanNya pada tiap-tiap tempat itu sesuai dengan keadaanNya. Yang berarti kebersamaanNya dengan ilmu, kekuasaan, dan kerajaanNya serta Ia tentukan sebagian orang mendapatkan pertolongan dan kemenanganNya.
             . (البقراة : ۱۵٤ )

Allah SWT melarang hambanya orang-orang mukmin mengatakan bahwa para syuhada itu mati dalam artian tubuh mereka sudah rusak, mereka kehilangan kehidupan, jiwa mereka sudah mati menjadi seperti benda mati dan memerintahkan mereka mengatakan bahwa para syuhada itu karena mereka hidup di sisi Tuhan mereka dan diberi rezeki.
” ولكن لا تشعرون ” Akan tetapi kamu tidak mengetahui kehidupan rohani mereka setelah kematian. Karena tidak nampak sedikit pun tanda-tanda kehidupan mereka pada badan mereka, sekalipun sebagian tubuh mereka ada yang dipelihara dari kerusakan / masih utuh seperti semula. Sebagaimana kalian lihat orang tidur diam tidak bergerak. Tidak ada kemuliaan yang lebih besar dalam dunia ini dari pada itu dan tidak ada kehidupan akhirat yang lebih makmur dari padanya.
” ولنبلونكم بشيئ ” Seruan ini ditujukan kepada orang-orang mukmin dan Rasulullah. Dikhususkan untuk mereka padahal mencakup orang-orang selain mereka karena mereka ikut terlibat langsung dalam dakwah dan jihad serta menghadapi serangan. Dan tiap-tiap penegak kebenaran dan orang yang mengajak kepada kebenaran sedikit banyak akan mendapat salah satu cobaan dari cobaan-cobaan ini. Diberitahukan sebelum terjadi, bertujuan untuk mempersiapkan diri mereka untuk menghadapinya, menambah keyakinan mereka ketika menyaksikan langsung sesuai dengan kenyataannya dan agar mereka tahu bahwa yang terjadi itu barulah perkara sepele, baginya kesudahan yang terpuji ” من الخوف ” ketakutan kepada musuh, gemetar berhadapan dengannya. ” والجوع ” kefakiran dikarenakan sibuk berjihad atau kekurangan bekal dalam peperangan. Jihad di jalan Allah kadang berjihad beberapa hari hanya berbekalkan sebutir biji kurma. ” ونقص من الأموال ” Kekurangan harta karena berjihad sehingga terabaikan merawat kebun-kebun mereka atau kehilangan sebagian harta yang dittinggalkan disebabkan hijrah. ” والأنفس ” Kekurangan jiwa dengan terbunuh sebagai syuhada di jalan Allah atau kehilangan sebagian anggota tubuhnya. ” والثمرات ” Kekurangan buah-buahan yaitu tidak bisa memanen hasil hasil kebun-kebunnya karena ia tinggalkan berjihad di jalan Allah dan kehilangan orang yang merawatnya. Bahwasanya khusus ini semua disebabkan karena ia merupakan harta yang paling berharga bagi kaum Anshar, dimana mereka adalah orang-orang yang khusus disebut. Apalagi disaat turunnya ayat-ayat ini awal masa hijrah. Semua ini dan semisalnya tidak lain adalah bagian dari apa yang akan Allah berikan cobaan kepada hamba-Nya seperti firman-Nya :
     . ( محمد : ۳۱ )
Kemudian setelah itu Allah menjelaskan ganjaran yang akan diperoleh bagi orang-orang yang sabar di sisi-Nya, sebagaimana firman-Nya :
...  . (البقراة : ۱۵۵ ) 4



4. Penafsiran menurut Syeikh Muhammad Nawawi Al Jawi
Menurut Syeikh Muhammad Al Jawi, Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk meminta pertolongan kepada-Nya agar dihapus dosa-dosanya dengan bersabar mengerjakan kewajiban / kefarduan dan meninggalkan maksiat dan terhadap cobaan dan dengan shalat yaitu dengan mempoerbanyak shalat sunnat siang dan malam. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar dengan memberikan pertolongan-Nya.
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang guru di jalan Allah bahwa mereka itu mati sebagaimana orang-orang yang telah mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup seperti kehidupan penghuni surga di dalam surga, diberikan beberapa kenikmatan-kenikmatan yang amat berharga tetapi kamu tidak mengetahui kehidupan dan keadaan mereka.
Ibn Abbas berkata ”Ayat yang diturunkan kepada pahlawan Badar yang gugur pada waktu itu sekitar 14 orang dari kalangan kaum muslim, enam orang di antaranya dari Muhajirin dan delapan oran orang dari Anshar. Dimana banyak orang mengatakan bahwa telah mati pulan bin pulan, telah mati pulan bin pulan. Kemudian Allah SWT melarang mengatakan hal yang demikian itu pada diri mereka (syuhada).
Sebagian ulama berkata : Bahwasanya orang-orang kafir dan munafik mengatakan bahwa banyak orang yang bunuh diri hanya untuk mendapatkan keridhaan Muhammad tanpa memperoleh faedah (keuntungan), maka turunlah ayat ini.
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu untuk menguji keadaanmu apakah kamu bisa bersabar terhadap bala cobaan dan menerima qadla (keputusan Allah) atau tidak ?... Dengan sedikit ketakutan kepada musuh, kelaparan akibat kemarau panjang, kekurangan harta akibat dimusnahkan. Jiwa akibat dibunuh dan mati dan buah-buahan akibat kekeringan.
Imam Syafi’i berkata : ” الخوف ” ketakutan kepada Allah ” الجوع ” puasa bulan Ramadhan ” النقص من الأموال ” zakat dan sedekah. ” النقص من الأنفس” penyakit-penyakit. ” ومن الثمرات ” kematian anak / keturunan.

” وبشر الصابرين ” Kabar gembira di sini ditujukan kepada Rasulullah Saw atau tiap-tiap orang yang pantas menerimanya.5

5. Penafsiran menurut Imam Jalaluddin Al Mahally dan Imam Jalaluddin As Sayuti
Imam Jalaluddin menafsirkan :
       •   .              .          •   . (البقراة : ۱۵۳ - ۱۵۵ )
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah bahwa mereka itu mati, bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya. Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (QS. Al-Baqarah :153 – 155)


Lafazh ” استعينوا ” berarti mintalah pertolongan kepada Allah atas urusan-urusan akhirat.” بالصبر ” dengan sabar melakukan taat yaitu menekuni secara kuntinyu berbuat taat ” baik perbuatan yang bersifat harus dikerjakan ataupun yang bersifat harus ditinggalkan dan dalam menghadapi bala/cobaan. ” والصلاة ” dan dengan shalat dan mengagungkannya ” إن الله مع الصابرين ” bahwasanya Allah beserta orang-orang yang sabar dengan memberikan pertolongan-Nya.
” احياء ” roh para syuhada pada lumbung burung-burung hijau, bekeliling didalam syurga kemana ia kehendaki.
” ولكن لا تشعرون ” kalian tidak mengetahui keadaan mereka didalam syurga ” من الخوف ” demi ketakutan kepada musuh ” الجوع ” panceklik ” ونقص من الأموال ” dibinasakannya harta ” ولأنفس ” dibunuh dan dimatikaan dan di datangkan beberapa penyakit ” والثمرات ” didatangkan bencana yang merusak tanaman-tanaman. Yang demikian itu tidak lain adalah kami hanya menguji, mencoba kalian serta memperhatikan apakah kalian bisa bersabar atau tidak ? ... ” وبشر الصابرين ” kabar gembira bagi orang-orang yang sabar menghadapi cobaan dengan mendapatkan surga sebagai ganjarannya.6

B. Tips Bersabar
Bersabar itu suatu hal berat dan sulit bagi diri seseorang, Ibn Qayyim menunjukkan kepada kita terapi yang dapat menolong untuk dapat bersabar.
Sekalipun sabar itu berat dan pahit bagi orang-orang, namun untuk memperolehnya adalah hal yang mungkin, yaitu terdiri (tergantung) dari dua kata : ilmu dan amal. Dari keduanyalah terbuat semua obat-obatan yang dapat mengobati hati dan badan. Harus ada satu bagian ilmu dan satu bagian amal sebagai ramuan untuk membuat obat yang paling manjur ini. Satu bagian ilmu itu adalah memahami kebaikan, manfaat, kenikmatan dan kesempurnaan yang terkandung dalam setiap perintah dan memahami keburukan, bahaya dan kekurangan yang terkandung di dalam setiap larangan. Apabila telah memahami dua ilmu ini, yang juga hendaknya disertakan pada keduanya adalah kemauan yang teguh, semangat yang tinggi, keberanian dan kebesaran jiwa serta digabungkan bagian yang satu dengan yang lainnya. Bila seseorang melakukan hal itu, ia akan memperoleh kesabaran. Kesulitan-kesulitan menjadi mudah baginya, kepahitan terasa manis dan berbalik penderitaannya menjadi kenikmatan.7
Adapun beberapa perangkat penting yang dapat membantu anda untuk bersabar, di antaranya adalah :
1. Iman kepada qadhar dan qadha Allah.8
Ini merupakan hal yang pasti. Sesungguhnya sesuatu yang menimpanya sekali-kali bukanlah untuk menjatuhkannya ke dalam dosa. Selama itu merupakan malapetaka zaman dan kejadian-kejadian waktu, tidak ada kontribusi manusia di dalamnya, selama dia beriman bahwa takdir Allah berlaku. Tentunya hal itu mempunyai pengaruh bagi jiwa seorang mukmin, yaitu dapat meringankan musibah yang dialaminya. Allah berfirman :
                 •     ( الحديد : ٢٢ )

“Tiada suatu bencanapun yang menimpa bumi dan tidak pula pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. (QS. Al Hadid : 22).
2. Menyadari bahwa anda adalah milik Allah dan kepada-Nya akan kembali.9
Dialah yang menciptakannya dari tiada dan memberinya kehidupan, gerak, rasa, pendengaran, penglihatan, hati dan telah mencukupkan nikmat-nikmat-Nya yang banyak berupa harta, isteri, anak, keluarga dan lainnya. Realitas ini ditegaskan dalam firman Allah SWT :
            . ( النحل : ۵۳ )

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah lah datangnya”. (QS. An-Nahl : 53).
Maka apabila Sang Pemilik Yang Maha Agung mengambil kembali titipan-Nya, mengapa manusia harus marah, sedih dan tersiksa ?. mengapa ia tidak mengucapkan dengan ikhlas seperti yang diajarkan Allah kepadanya, yaitu : “ إنالله وإنا إليه راجعون “ jika ditimpa musibah dan malapetaka ?.
Oleh karena itu, iman kepada hakekat dan makna ini dapat membantu kesabaran dan menolong orang yang terkena musibah untuk tabah menanggung derita petaka, selama dia mengetahui bahwa yang mempunyai titipan ini berhak mengambil kembali titipan-Nya kapan saja Dia inginkan.
3. Yakin akan adanya kelapangan dari Allah.10
Di antara yang dapat menolong seseorang untuk bersabar adalah keyakinannya bahwa kelapangan dari Allah itu dekat dan pertolongan-Nya pasti datang. Suatu hal yang pasti bahwa setelah kesempitan akan datang kelapangan, setelah kesulitan menanti kemudahan, dan sesudah kesengsaraan akan datang kesenangan. Keyakinan ini ditegaskan dalam firman Allah SWT :
...      . ( الطلاق : ۷ )
“ ... Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”. (QS. Ath-Thalaq : 7).

Dan terkadang bersamaan datangnya :
•   •. •   . ( الإنشراح :٥-٦ )
“Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”. (QS. Al-Insyirah : 5 – 6).

Keyakinan seperti itu menjamin akan menolong seseorang dalam kesabarannya, menjamin akan menaburkan harapan pada dirinya. Karena itu ditegaskan janji Allah dan kepastian-Nya, dan Allah tidak pernah menyalahi janji. Dia berfirman :
       ...
( المؤمن : ٥٥ )

“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar dan mohonlah ampunan untuk dosamu ... ”. (QS. Al-Mukmin : 55).

4. Yakin terhadap balasan baik bagi orang-orang yang sabar.11
Ini adalah hal terbaik yang dapat menolong seseorang dalam kesabarannya. Abu Thalib Al-Maliki berkata : “Pangkal dari sedikitnya kesabaran adalah lemahnya keyakinan terhadap balasan baik bagi kesabarannya. Karena jika keyakinannya kuat, lamanya batas waktu yang dijanjikan terasa cepat, jika yang menjanjikan kebaikan itu adalah benar, lalu ia memperkokoh kesabarannya.
Apabila mereka yakin terhadap bagusnya dan besarnya pahala kesabaran di sisi Allah, maka musibah yang mendera hati dan kegetiran yang dirasakan jiwa akan terasa ringan. Semakin kuat keyakinan di dalam jiwa terhadap balasan baik dari Allah, semakin ringan terasa derita musibah.
Semoga petuah dari seorang khalifah terkemuka Amirul Mukminin Umar bbin Khattab berikut ini dapat membantu anda untuk bersabar. Umar Ra. berkata “tidaklah setiap musibah

menimpamu, melainkan aku menganggapnya ringan, karena empat perkara :
1. Bahwa musibah ini bukanlah musibah yang paling besar. (Maha Suci Allah! Benar, barangkali masih ada lagi musibah yang lebih besar darinya).
2. Bahwa musibah ini tidak mengenai agamaku. (Ya, setiap musibah, selagi belum mengenai agama, maka ini masih ringan).
3. Bahwa Allah akan menggantinya dengan surga. (Oh, harganya adalah sabar, saya akan bersabar).
4. Bahwa aku mengingat musibah yang aku alami ketika berpisah dengan kekasih saya Rasulullah Saw. 12

Kalau sudah begitu, setiap musbah yang menimpa anda akan terasa ringan dan mengejutkan bagi anda.

C. Sabar dan Korelasinya Dengan Pendidikan
Sabar dalam etimologi berarti mengekang. Sifat ini merupakan posisi yang tinggi dan tidak dapat diraih kecuali oleh orang-orang yang berhati mulia dan berjiwa suci.
Sedangkan amarah adalah gejolah jiwa yang membuat sang pelakunya buta dan tidak dapat membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sifat ini merupakan tindakan yang tidak terpuji,
kecuali kalau marah demi menegakkan agama Allah. Yaitu seperti yang pernah dilakukan oleh Rasulullah. Beliau adalah sosok orang yang tidak pemarah, bahkan ia mampu menundukkan segala hawa nafsu yang bersemayam dalam dirinya. Akan tetapi beliau akan marah jika kehormatan Allah dirusak dan diinjak-injak oleh manusia.13
Pendidikan akhlak merupakan tanggung jawab para orang tua dan guru. Untuk mensukseskan pendidikan ini, seorang anak selayaknya menemukan teladan baik di hadapannya, baik di rumah maupun di sekolah. Sehingga teladan tersebut dapat diajadikan sebagai acuan dalam kehidupannya. Oleh karena itu, keluarga dan sekolah memiliki tanggung jawab yang sangat besar terhadap pendidikan moralitas anak.14
Korelasi hal tersebut dengan pengajaran / pendidikan ialah seorang guru pasti bergaul dengan anak muridnya, dengan watak dan pemikiran yang berbeda. Ada di antara mereka yang baik dan ada pula yang lemah. Hal itu merupakan suatu kewajaran bagi seorang guru ketika ia hadir dan mengajar mereka sehari-hari. Bersamaan dengan itu, begitu banyak problem yang dipikul oleh murid ataupun hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan guru. Karena itulah seorang guru sangat dituntut untuk bisa bersabar dan bertanggung jawab. Kesabaran tidak gampang diraih, ia butuh kontinuitas hingga bisa terbiasa. Tidak adanya kesabaran bagi seorang guru akan berdampak negatif pada psikologinya. Apabila ketika sedang melakukan rutinitas mengajar, karena pada dasarnya seorang guru harus berhadapan dengan rasio anak murid yang beragam, baik dalam menyerap, menerima ataupun merespon pelajaran.
Banyak kasus, ketika seorang guru menyampaikan materi pelajaran dengan waktu yang lama, tiba-tiba ada seorang murid yang mengaku tidak paham sama sekali pelajarannya. Atau ketika seorang guru mendapatkan pertanyaan yang melenceng dari pembahasan, juga ketika ia sedang mengajar, tiba-tiba anak muridnya ada yang tidur. Bahkan yang lebih parah lagi, ketika seorang murid yang mengeluarkan kata-kata yang kasar terhadap guru. Kendatipun watak dan karakter mereka berbeda, namun bukan berarti seorang guru harus menghindar atau menolak perbedaan tersebut.
Perlu diketahui, kesanggupan menguasai amarah merupakan tanda kekuatan seorang guru. Apalagi ketika guru mampu mengimplementasikan apa yang ia harapkan. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Saw ”Kekuatan bukanlah ketika ia mampu menguasai manusia, akan tetapi kekuatan adalah ketika ia mampu menguasai dirinya ketika ia marah”.15
عن أبى هريرة رصى الله عنه ان رسول الله قال : ليس الشديد بالصرعة إنما الشديد الذى يملك نفسه عند الغضب. (متفق عليه)

Syeikh Abdullah Nasih ’Ulwan dalam kitabnya ”Tarbiyatul Aulad” berkata : ”Di antara sifat-sifat pokok yang membantu keberhasilan pendidik dalam pendidikan dan menjalankan tanggung jawabnya membentuk dan memperbaiki kepribadian anak didiknya adalah sifat keseimbangan dan sifat sabar. Dengan sifat ini, anak akan tumbuh seperti pengaruhnya akan mematuhi perkataan-perkataan / ucapan-ucapan pendidiknya, akan berperangai dengan akhlak terpuji dan akan menjauhi sifat-sifat tercela. Ia bagaikan malaikat yang berjalan di atas bumi, bagai bulan purnama di tengah-tengah manusia.
Oleh karena itu banyak ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasul, dimana Islam sangat menganjurkan bersifat dengan sifat sabar. Agar manusia (lebih khusus bagi para pendidik dan da’i) mengetahui bahwa sabar adalah salah satu sifat keutamaan jiwa dan akhlak yang menjadikannya pada puncak kesopanan / tata krama pada puncak kesempurnaan dan pada tingkatan akhlak yang paling tinggi.
Ini semua bukan berarti seorang pendidik harus mengambil sikap / cara sabar dan lemah lembut secara monoton, terus menerus dalam mendidik anak dan mempersiapkannya dalam menghadapi kehidupan, tetapi yang dimaksudkan adalah seorang pendidik dituntut menguasai dirinya tanpa menimbulkan sifat marah dan emosi dalam meluruskan dan memperbaiki akhlak. Apabila dia melihat perlu diberikan sanksi kepada anak dengan cara menjelek-jelekkan atau memukul, maka seyogyanya jangan ditunda sanksi itu sampai menjadi baik perkaranya dan lurus akhlaknya.16
Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal ini jelas dan dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo dengn pernyataannya yang menyatakan bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Keluarga yang sehat besar artinya untuk pendidikan dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan dalam ukuran besar, yaitu pendidikan bangsa, negara dan dunia. Melihat pernyataan diatas, dapatlah dipahami, betapa pentingnya peranan keluarga didalam pendidikan anaknya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap belajarnya.
Orang tua yang kurang / tidak memperhatikan pendidikan anaknya, misalnya mereka acuh tak acuh terhadadap belajar anaknya, tidak memperhatikan sama sekali akan kepentingan-kepentingan dan kebutuhan anaknya dalam belajar, tidak megatur waktu belajarnya, tidak menyediakan / melengkapi alat belajarnya, tidak memperhatikan apakah anak belajar atau tidak, tidak mau tahu bagaimanakah kemajuan belajar anaknya, kesulitan-kesulitan yang dialami dalam belajar dan lain-lain, dapat menyebabkan anak tidak / kurang berhasil dalam belajarnya, mungkin anak sendiri sebetulnya pandai, tetapi karena cara belajarnya tidak teratur, akhirnya kesukaran-kesukaran menumpuk, sehingga mengalami ketinggalan dalam belajarnya dan akhirnya anak malas belajar. Hasil yang didapatkan, nilai/hasil belajarnya tidak memuaskan bahkan mungkin gagal dalam stadinya. Hal ini dapat terjadi pada anak dari keluarga yang kedua orang tuanya terlalu sibuk mengurus pekerjaan mereka atau kedua orang tua memang tidak mencintai anaknya.
Mendidik dengan cara memanjakannya adalah cara mendidik yang tidak baik. Orang tua yang terlalu kasihan terhadap anaknya tak sampai hati untuk memaksa anaknya belajar, bahkan membiarkan saja jika anaknya tidak belajar dengan alasan segan, adalah tidak benar, karena jika ha itu dibiarkan berlarut-larut anak menjadi nakal, berbuat seenaknya saja, pastilah belajarnya menjadi kacau. Mendidik anak dengan cara memperlakukannya terlalu keras memaksa dan mengejar-ngejar anakny untuk belajar adalah cara mendidik yang juga salah, dengan demikian anak tersebut diliputi ketakutan dan akhirnya membenci terhadap belajar bahkan jika ketakutan itu semakin serius, anak mengalami gangguan kejiwaan akibat dari tekanan-teknan tersebut. Orang tua yang demikian biasanya menginginkan anaknya mencpai prestasi yang sangat baik, atau mengetahui bahwa anaknya bodoh tetapi tidak tahu apa yang menyebabkan, sehingga anak dikejar-kejar untuk mengatasi/mengejar kekurangannya.
Disinilah bimbingan dan penyuluhan memegang peranan yang penting. Anak/siswa yang mengalami kesukaran-kesukaran diatas, dapat ditolong dengan memberikan bimbingan belajar yang sebaik-baiknya. Tentu saja keterlibatan orang tua kan sangat mempengaruhi keberhasilan bimbingan itu.17
Seorang ayah ang muslim senantiasa terbuka kedua belah matanya mengawasi anak-anaknya, selalu mengetahui apa yang mereka baca dan mereka tulis. Mengetahui hobby yang mereka pilih untuk diri mereka, mengetahui teman-temannya dan tempat-tempat bermain dalam menghabiskan waktu kosongnya, tanpa mereka sadari pengawsan yang sedang dilakukan. Apabila sang ayah menemukan penyelewengan pada diri anak, bak bacaan yang dibaca, memilih hobby berteman dengan teman yang jahat akhlaknya, bermain ditept-tempat yang tidak jelas atau mempunyai kebiasaan yang membahayakan seperti merokok, dan lain sebagainya, maka dengan segera sang ayah harus berusaha mengembalkan anak itu kepada kebenaran dengan cara lemah lembut dan bijaksana an berupaya meluruskannya kepada kebenaran dengan sungguh-sungguh, cara yang halus yang membuat ia sadar, demikian itu bahwa tiap-tiap anak ilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrasi, atau Majusi, sebagaimana hadits Rasulullah saw.18














DAFTAR KUTIPAN BAB III

1Amru Khalid, ash-Shabbru wadz Zauq, diterjemahkan oleh Sarwedi M, (Aqwam, 2006M,) Cet.II, h.24
2Syeikh Muhammad Mutawalli Sya'rawi, Tafsir as-Sya'rawi, (Mesir,Akhbaru Yaum, 1991M,) Juz.VIII & XI, Cet.I, h. 666-673
3Sa'id Hawwa, al-Asas fi at-Tafsir, (Mesir, Darus Salam, 2003M,) Cet.VI, Juz.II, h.329-331
4Al-'Allamah Muhammad Jamaluddin al-Qasimi, Tafsir al-Qasimi, (Bairut, Darul Qutub, al-Ilmiyah, 2003M,) Juz.II, Cet.II,h.436-438
5Muhammad Nawawi, Murahillabit, (Mesir, Darul Ihya al-Kutub, Al-Arabiyah,) Juz.I, h.40-41
6Syeikh Ahmad Showi, ash-Showi alal Jalalain, (Mesir, Darul Ihya al-Kutub, Al-Arabiyah,) Juz.I, h.63-64
7Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madariju as-Salikin, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998M), Juz.II, Cet.I, h.209
8Asma Umar Hasan Fad'aq, As-Shabru fi Dhau' alKitab wa as-Sunnah, diterjemahkan oleh Nasib Musthafa, (PT.Lentera Basritama, 2000M), Cet.II, h.168
9Amru Khalid,Op.cit, h.115
10Umar Hasan Fad'aq, Op.cit, h.174
11Ibid, h.178
12Amru Khalid, Op.cit,. h.117-118
13Fuad bin Abdul Aziz al-Salhub, Panduan Praktis bagi Para Pendidik (Quantum Teaching), (Bandung, MQS.Publishing, 2007M), Cet.X, h.29
14Asy-Syeik Fuhaim Musthafa, Manhaj Pendidikan Anak Muslim, (Jakarta, Pustaka Amani, 1995M), Cet.II, h.16


15Fuad bin Abdul Aziz al-Salhub, Op.Cit, h.30
16Syeikh Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad fil Islam, (Cairo Mesir Darus Salam, 1997M), Juz.II, Cet.31, h.581-583
17Slameto, Drs., Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta Reneca Cipta, 2003M), Cet.IV, h.60-62
18Muhammad Ali aHasyimi, Dr., Syakhsiyatul Muslim, (Bairut, Darul Basair al-Islamiyah, 1993M), Cet.V, h.100

APA ITU SABAR ?

APA ITU SABAR ?

A. Pengertian Sabar
Dalam berbagai literatur dijelaskan bahwa pengertian sabar menurut bahasa mempunyai beberapa arti, di antaranya :
1. Menahan diri dari keluh-kesah 1, seperti firman Allah SWT :
     ... (الكهف : ٢٨ )
2. Sabar dengan arti keteguhan 2, seperti firman Allah SWT:
    ... ( البقرة : ٤٥ )
3. Sabar berarti keberanian3, Allah SWT berfirman :
...    •. ( البقرة : ١٧٥ )
Adapun pengertian sabar menurut istilah syari’at adalah menahan diri dari keluhan dan kemarahan, menahan lidah dari keluh kesah dan menahan anggota badan dari berbuat kekacauan.4
Dzun Nun Al Meshri berkata : ”Sabar adalah menghindarkan diri dari pertentangan, tenang pada saat menghadapi deraan bencana dan menampakkan kecukupan dan kelapangan hidup sekalipun dalam keadaan papa”.5

Imam Junaid ditanya tentang sabar, maka beliau menjawab : ”Meneguk kepahitan tanpa berkerut mukanya.6
Imam Al-Ghazali mendefinisikan bahwa sabar adalah suatu keteguhan motivasi relegius dalam menghadapi dorongan syahwat.7

B. Hakekat Sabar
Hakekat sabar bisa dilihat dengan jelas melalui definisi-definisinya menurut istilah syari’at. Barangkali bisa kita simpulkan bahwa sabar adalah suatu akhlak luhur dari akhlak-akhlak islami yang wajib disifati, yang mendatangkan bagi seseorang perbuatan baik dan menghindarkan seseorang dari perbuatan yang tidak baik dan tidak sesuai sebagai seorang muslim. Tujuannya adalah mengharap keridhaan Allah SWT8 Sebagaimana firman Allah SWT :
     ... 
Artinya :
“Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Tuhannya”. (QS. Ar Ra’d : 22)

Syeikh Muhammad Ghazali berkata : Sabar tergantung pada dua hakekat,9 yaitu :
1. Tabiat Kehidupan Dunia.
Allah SWT tidaklah menjadikan dunia sebagai tempat pembalasan, tetapi ia jadikan sebagai tempat ujian dan cobaan. Masa yang dilalui seseorang adalah masa uji coba yang terus bergulir, keluar dari satu cobaan masuk kepada cobaan yang lain.
Nabi Sulaiman As. ketika diberi nikmat yang luar biasa banyaknya, ia menyadari dengan tabiat kehidupan dunia ini serya berkata :
…                  •    
Artinya :
“... Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk kebaikan dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia”. (QS. An-Naml : 40)

2. Tabiat Iman.
Iman adalah hubungan antara manusia (makhluk) dengan Allah (Khalik). Apabila hubungan manusia dengan sesamanya tidak diakui kebenaran dan keberadaannya kecuali apabila teruji sepanjang masa atau perputaran siang dan malam serta berbagai kejadian, maka demikian juga dengan iman, sudah barang tentu melalui beberapa cobaan. Allah SWT Berfirman :
 ••     •      •           



Artinya :
”Apakah manusia mengira bahwa mereka dibiarkan saja mengatakan : ”Kami beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?.. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”.( Q.S. Al-Ankabut Ayat 2-3).

C. Perhatian Al-Qur’an dan Sunnah Terhadap Keutamaan Sabar
Al-Qur’an memiliki perhatian yang sangat besar terhadap sikap sabar, karena nilai agung yang dikandungnya, baik dari sisi agama maupun sisi akhlak. Bahkan ia merupakan kebutuhan mendesak dalam agama maupun dunia, lebih khusus dunia pendidikan yang harus terpenuhi bagi manusia, agar dapat hidup sejahtera.
Begitu besarnya perhatian Al-Qur’an, maka kata sabar inilah yang paling banyak diulang-ulang sebutannya di dalam Al-Qur’an.
Al-’Allamah Ibn Qayyim mengutip perkataan Imam Ahmad, ”Kata sabar dalam Al-Qur’an terdapat pada sekitar sembilan puluh tempat”.10
Imam Al-Ghazali berkata : ”Allah SWT menyebutkan kata sabar dalam Al-Qur’an lebih dari tujuh puluh tempat”.11 Dan kita temukan di dalam Al Mu’jam Al Mufahras Li Alfazhi Al-Qur’an, bahwa kata sabar terdapat sekitar delapan puluh tiga kali.12
Di sini penulis akan memaparkan beberapa ayat dan hadits yang berkaitan dengan sikap sabar, yaitu :

1. Surah Ali Imran ayat 200
      •    

Ayat ini merupakan bimbingan bagi seorang muslim yang mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw agar selalu bersabar dalam mengajarkan kebenaran (agama Islam) dan lebih sabar dari orang lain (non muslim) dalam hal ini, serta tetap bersiap siaga selalu di wilayah-wilayah perbatasan negeri mereka agar tidak dijajah oleh para penjajah, ini merupakan panggilan bagi kita seorang muslim, apakah kita sudah memenuhi panggilan itu ?13
Berkata Hasan Al Basri, ”Mereka diperintahkan untuk bersabar dalam memegang agama yang diridhai Allah SWT yaitu Islam, maka mereka tidak meninggalkannya baik dalam keadaan senang atau keadaan sedih, dalam keadaan lapang maupun keadaan sempit. Juga mereka diperintahkan lebih bersabar dalam menghadapi musuh yang menyembunyikan ajaran agama mereka.14
2. Surah As Sajadah ayat 24
          

Ayat ini menerangkan salah satu fase yang dialami oleh Bani Israil. Yang menjadikan pelajaran dan bukti di sini adalah bahwa Allah SWT menjadikan perolehan tampuk kepemimpinan di dunia dan agama bertumpu kepada dua perkara, yaitu ”sabar” dan ”yakin”.
Pertama : Sabar untuk senantiasa berkarya dan berjuang, sabar untuk memperbaiki keadaan dan kondisi suatu negara, sabar untuk melakukan pembinaan terhadap setiap individu yang sadar dan selalu bersikap adil, sabar untuk tetap membangun keluarga yang berdiri di atas pondasi dan harga diri yang terpercaya lagi kokoh.
Kedua : Yakin kepada Allah SWT, yaitu keyakinan yang kuat bahwa Allah SWT akan memberikan jalan keluar dari segala masalah dan menyelesaikan setiap problematika kehidupan.15
3. Surah Az Zumar ayat 10
                        

Dalam menafsirkan ayat yang mulia ini, para ulama tafsir mengatakan, ”Berbagai jenis kebaikan akan dicurahkan kepada orang yang bersabar tanpa batas”.16
عن الحسين رضى الله عنه قال : سمعت جدى رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول – أد الفرائض تكن من اعبد الناس، وعليك بالقنوع تكن من أغنى الناس، يا بنى إن فى الجنة شجرة يقال لها شجرة البلوى، يؤتى بالبلاء، فلا ينصب لهم ميزان ولا ينشر لهم ديوان، يصب عليهم الأجر صبا " ثم تلا النبى صلى الله عليه وسلم " إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب".
Artinya :
Dari Husein berkata : ”Saya mendengar kakekku Rasulullah Saw bersabda : Tunaikan kepardhuan, maka kamu menjadi orang yang paling banyak ibadah, bersifatlah qana’ah (cukup dengan ada), kamu akan menjadi orang yang paling kaya. Wahai anakku, bahwasanya terdapat di dalam Surga sebuah pohon disebut ”Syaratul Balwa”, bila didatangkan orang-orang yang ditimpakan bala pada dirinya, maka bagi mereka tidak dilakukan lagi penimbangan amAl-amal mereka dan tidak dibukakan buku catatan amal mereka serta dituangkan kepada mereka pahala-pahal (kesabaran mereka). Kemudian Rasulullah Saw membacakan ayat : إنما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب17

4. Surah Al-Ahkaf ayat 35
           •          •        . (الأحقاف : ۳۵)

Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT memerintahkan Nabi-Nya Muhammad Saw bersabar dalam menghadapi kaumnya yang mendustakan kerasulannya sebagaimana kesabaran Nabi-nabi Ulul ’Azmi lainnya.
عن مشروق قال : قالت لى عائشة رضى الله عنها – ظل رسول الله صائما ثم طواه ثم ظل صائما ثم طواه ثم ظل صائما ثم قال : يا عائشة إن الدنيا لا تنبغى لمحمد ولا لآل محمد يا عائشة. إن الله تعالى لم يرض من اولى العزم من الرسل إلا بالصبر على مكروهها والصبر عن محبوبها ثم لم يرض منى إلا ان يكلفنى ما كلفهم فقال : فاصبر كما صبر اولو العزم من الرسل، وإنى والله لأصبرن كما صبروا جهدى ولا قوة إلا بالله (تفسير القرآن العظيم – اسماعيل بن كثير جز ٤ – ١۷٢)
Artinya :
”Dari Masruq berkata : Telah berkata kepadaku Aisyah Ra. bahwa Rasulullah Saw senantiasa puasa dan menyembunyikan puasanya (ia katakan tiga kali berturut-turut). Kemudian Rasulullah bersabda : ”Wahai Aisyah bahwa dunia ini tidak layak bagi Nabi Muhammad dan keluarganya, Wahai Aisyah bahwa Allah SWT tidak rela dari Rasul-rasul-Nya Ulul ’Azmi, kecuali mereka sabar atas perkara yang dibenci dan bersabar meninggalkan kesenangannya. Dan Allah juga tidak ridha dari diriku melainkan Allah bebani aku sebagaimana yang dibebankan-Nya kepada mereka. Kemudian beliau membaca ayat ”Bersabarlah kamu sebagaimana orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari Rasul-rasul telah bersabar. Demi Allah saya akan bersabar sekuat tenagaku seperti kesabaran mereka, dan tidak ada daya / kekuatan melainkan dengan Allah”. (Tafsir Al Qur’an Al Azhim – Ismail bin Katsir, Juz 4 – 172)

5. Surah Al-‘Ashr ayat 1-3
. •   .         . (العصر : ١ – ۳ )

Surah ini menyimpulkan akibat dari kegiatan manusia semuanya disepanjang masa dan diseluruh tempat. Mereka yang jauh (terputus hubungan) dengan Allah SWT kelak akan menjadi bahan bakar api neraka, sedang mereka yang berpegang teguh dengan iman, amal shaleh, nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan menetapi kesabaran, mereka itulah yang dapat memperoleh kehidupan dunia ini.
Empat unsur ini jarang sekali terdapat, masa demi masa berlalu, dimana empat unsur ini menjadi bahan cacian yang merusak. Akan tetapi Allah SWT membatasi orang-orang yang mendapatkan kabar gembira yaitu mereka yang beriman, beramal shaleh.18
Sebagaimana Al-Qur’an memberikan perhatiannya yang begitu besar terhadap sabar, demikian pulalah perhatian Sunnah (hadits) terhadap sifat utama ini, di antaranya :
۱. عن سعد بن سعيد قال : أخبرنى عمر بن كثير بن افلح قال : سمعت ابن سفينة يحدث أنه سمع أم سلمة زوج النبى صلى الله عليه وسلم تقول : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ما من عبد تصيبه مصيبة فيقول إنا لله وإنا إليه راجعون، اللهم أجونى فى مصيبتى وأخلف لى خيرا منها إلا أجره الله فى مصيبته وأخلف له خيرا منها. قالت : تو فى ابو سلمة قلت كما أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم فأخلف الله لى خيرا منه رسول الله صلى الله عليه وسلم. (رواه مسلم)19

Dalam hadits ini, terdapat keterangan mengenai keutamaan membaca ” انا لله وإنا اليه راجعون ”, terkandung pula di dalamnya do’a memohon kesabaran dan ganti yang lebih baik. Bila seseorang bersabar atas musibah yang menimpanya dan menyebut nama Allah, serta memohon kepada-Nya pasti Allah SWT akan memberinya ganjaran yang lebih baik atas kesabarannya dan menggantikan kesedihannya dengan kelapangan.
۲. عن أبى يحى صهيب بن سنان رضى الله عنه. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم عجبا لأمر المؤمن إن أمره كله خير، وليس ذلك لأحد إلا للمؤمن، إن إصابته سراء شكر فكان خيرا له، وإن أصابته ضراء صبر فكان خيرا له. (رواه مسلم) 20

Rasulullah Saw menyatakan bahwa kehidupan seorang mukmin semuanya baik, betapa tidak, seorang yang beriman dikala dia memperoleh nikmat dan karunia dari Allah SWT, dia akan bersujud dan bersyukur kepada Allah, dan dikala dia diterpa musibah dan kesulitan, dia bersabar dan penuh harap dan senantisa berhubungan dengan Allah SWT semata.
۳. وعن أبى سعيد وأبى هريرة رضى الله عنهما. عن النبى صلى الله عليه وسلم قال : ما يصيب المسلم من نصب ولا وصب ولا همّ ولا حزن ولا أذى ولانمم حتى الشوكة يشاكها إلا كفر الله بها من خطاياه. (متفق عليه) 21

Dalam hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan balasan bagi orang-orang yang sabar atas kesabarannya menghadapi segala macam bencana dan menganjurkan untuk menerima cobaan dan menangguhkannya dengan sabar. Balasan di sini adalah penghapusan kesalahan-kesalahan dan dosa-dosa, suatu ganjaran yang sangat besar yang tidak dapat diraih oleh semua orang yang ditimpa suatu kesulitan atau kepayahan atau penyakit yang berlangsung lama tanpa ada kesabaran, ketabahan atau kerelaan terhadap qadar.
٤. عن عائشة قالت : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. من أبتلى بشيئ من البنات فصبر علبهن كنا له حجابا من النار. أخرجه الترمذى ك البر والضلة. 22

وفى رواية أخرى. عن ابى سعيد الخدرى قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. من كان له ثلاث بنات او ثلاث اخوات، أو إبنتان او أختان فأحسن صحبتهن واتقى الله فيهن فله الجنة. أخره الترمذى. 23

Hadits ini menerangkan bahwa pentingnya bersikap sabar dalam mendidik seorang anak, lebih-lebih bila anak perempuan.
٥. عن ابى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم. ما يزال البلاء بالمؤمن والمؤمنة فى نفسه وولده وماله حتى يلقى الله وما عليه خطيئة. (رواه الترمذى وقال – هذا حديث حسن صحيح) 24

Rasulullah Saw menerangkan bahwa seorang mukmin, laki-laki maupun perempuan selama ia masih hidup dipermukaan bumi ini pasti akan mendapatkan cobaan, ujian dari Allah SWT baik menimpa dirinya, anak-anaknya atau hartanya. Semakin kuat imannya semakin besar cobaan yang akan diterimanya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw :
عن مصعب ابن سعد عن أبيه قال : قلت - يا رسول الله أى الناس أشد بلاء ؟ ... قال : الأنبياء فلأمثل. يبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان فى دينه صلبا اشتد بلاؤه، وإن كان فى دينه رقة أبتلى على قدر دينه، فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض وما عليها خطيئة. (رواه الترمذى وقال : هذا حديث حسن صحيح) 25

D. Pandangan Ulama Tentang Sabar
Ali bin Abi Thalib Ra. Berkata : “Sabar adalah binatang tunggangan yang tidak pernah tergelincir.26 seolah-olah sabar merupakan bintang tunggangan seorang hamba yang ia tunggangi menempuh jalan kebenaran yang tidak pernah terpeleset, selama ia mampu memegang kendalinya dan dapat mengarahkannya secara baik”.
Abu Ali Addaqqaq Ra. Berkata : “Sungguh beruntung orang-orang yang sabar dengan mendapatkan kemuliaan di dunia dan di akhirat, karena mereka senantiasa beserta Allah SWT Firman Allah : “ إن الله مع الصابرين “ artinya “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang sabar”.27
Abdul Kadir Isa berkata : “Begitu pentingnya dan tingginya martabat sabar, maka Allah SWT sebutkan kata sabar ini dalam Al-Qur’an sekitar sembilan puluh tempat. Kadang-kadang Allah perintahkan untuk bersabar seperti firman-Nya : ” إستعينوا بالله واصبروا ”.
Kadang-kadang Allah memuji orang-orang sabar seperti Firman Allah SWT dalam Q.S. A-Baqarah Ayat 177 :
والصابرين فى البأساء والضراء وحين البأس. اولئك الذين صدقوا واولئك هم المتقون.
Pada ayat lain Allah menyatakan cinta kepada orang-orang sabar “ والله يحب الصابرين “. Allah juga menjelaskan bahwa ia senantiasa beserta orang-orang sabar ” إن الله مع الصابرين ”.
Pada tempat lain Allah memberitahukan bahwa orang-orang yang sabar akan mendapatkan ganjaran ganjaran yang tak terhitung banyaknya ” انما يوفى الصابرون أجرهم بغير حساب ”, dan lain sebagainya.28
Berkata Umar bin Khattab Ra. : ”Kami dapatkan kehidupan kami yang lebih baik dengan sabar”. Dalam riwayat lain ia berkata : ”Sebaik-baik kehidupan kami temukan dengan sabar, dan seandainya sikap sabar ada pada kaum pria, maka ia menjadi orang yang mulia”.29

E. Bagian-Bagian Sabar
1. Pembagian Sabar Menurut Perbedaan Kuat Lemahnya
Kita tahu, di dalam diri terdapat dua motif : motif yang mendorongnya kepada kebaikan dan motif yang mendorong kepada keburukan; motif yang mengarahkan kepada yang hak dan yang mengarahkan kepada yang batil; motif yang menjadikannya adil dan motif yang menjadikannya lalim; motif yang menggerakkannya untuk mengikuti ajaran-ajaran agama dan motif yang memberontak karena mengikuti keinginan dan nafsunya.
Kedua motif ini mempunyai tiga keadaan, seperti yang dikatakan Imam Al-Ghazali.
a. Keadaan Pertama
Motif agama dapat mengalahkan dorongan hawa nafsu, di mana tidak tersisa sedikit pun kekuatan dorongan nafsu dalam perseteruannya sehingga kemenangan dan keberhasilan menjadi milik motivasi agama. Hal ini dapat dicapai dengan kesabaran yang terus menerus. Tidak akan sampai kepada kategori ini kecuali orang-orang yang telah ditetapkan Allah mendapat kemenangan dalam kehidupan dunia dan akhirat. Yaitu, orang-orang yang tidak menyimpang dari jalan yang lurus. Mereka hanya sebagian kecil dari umat manusia. Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang benar dan orang-orang yang dekat kepada Allah, yang berkata, ”Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka istiqamah,30 dan orang-orang yang diseru oleh para malaikat ketika hendak meninggal, ”Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat. (QS. Fushilat : 30-31)
b. Keadaan Kedua
Kekuatan dan kemenangan berada dipihak motif hawa nafsu, dimana motif agama gugur dan menyerah kepada bujuk rayu setan. Orang-orang yang masuk dalam kategori ini adalah orang-orang yang lalai dan merekalah golongan yang mayoritas, yang menjadi pemuja nafsu syahwatnya. Sifat tercela telah menguasai mereka, dan setan-setan telah bertengger di hati mereka yang merupakan satu rahasia dari rahasia-rahasia Allah, lalu mereka beli kehidupan di dunia dengan akhirat.31 Ibn Qayyim menjelaskan bahwa orang-orang yang masuk dalam kategori ini ada beberapa macam. Di antaranya orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya. Is senantiasa membatalkan apa-apa yang dibawa Rasul saw dengan menghalang-halangi dari jalan Allah, dan berupaya dengan segala kemampuannya untuk menyimpangkan dan mengubahnya demi menghalangi manusia darinya.
Sebagian dari mereka ada yang berpaling dari ajaran yang dibawa Rasul saw dan tujuannya hanya menuruti selera duniawi semata. Ada pula orang munafik, yaitu manusia yang berwajah dua yang makan dari hasil kekafiran dan keislaman. Di antara mereka ada juga yang tebal muka lagi suka berkelakar, yang menghabiskan usianya dengan gila-gilaan, hibur-hiburan, dan bermain-main. Sebagian mereka apabila diberi nasehat, berkata, ”Alangkah rindunya aku kepada tobat, akan tetapi hal itu mustahil bagiku sehingga tidak ada lagi artinya keinginan ke sana”.32
c. Keadaan Ketiga
Kemenangan dan kekuatan terkadang berada di pihak motif agama dan terkadang di pihak motif nafsu. Jadi, neraca timbangan selalu bergerak ke atas dan ke bawah. Jika motif hawa nafsu yang melemah, motif agama pun menang dan berkuasa, dan demikianlah sebaliknya. Yang masuk dalam kriteria ini adalah sekelompok orang yang lemah naluri religiusnya. Oleh karenanya ia tidak menunaikan tugasnya secara sempurna. Ia adalah kondisi kebanyakan orang beriman yang mencampur-adukkan amal saleh dengan amal buruk. Semoga Allah menerima tobat mereka.
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa firman Allah, ”Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk ... ”(QS. At-Taubah : 102), turun atas mereka yang tidak mampu menahan sebagian keinginan tanpa sebagian yang lain. Penafsiran Ibn Katsir33 terhadap ayat tersebut juga seperti ini. Imam Al-Ghazali juga berkata : Orang-orang yang meninggalkan jihad melawan hawa nafsunya, tak ubahnya seperti binatang, bahkan jalan mereka lebih sesat. Karena, binatang tidak diberi anugerah pengetahuan dan kemampuan yang bisa digunakan untuk memerangi tuntutan-tuntutan syahwat. Sedangkan manusia diberi hal itu. Maka mengabaikan hal itu benar-benar suatu aib dan berpaling dari keyakinan. Karena itu dikatakan : Aku tidak melihat aib-aib yang ada pada manusia itu suatu aib seperti kekurangan orang-orang yang mampu mencapai kesempurnaan.34
2. Pembagian Sabar Ditinjau dari Kaitannya dengan Hukum Yang Lima
Imam Ibn Qayyim menyebutkan di dalam Al-Madarij bahwa sabar adalah wajib menurut ijma ulama.35 Secara global hal ini benar. Akan tetapi secar rinci dan dari sisi kaitannya dengan hukum yang lima, sabar terbagi kepada sabar wajib, sabar sunah, sabar mubah, sabar makruh, dan sabar haram.
a. Sabar yang Wajib
Sabar wajib ada tiga macam :
1). Sabar dalam ketaatan dan dalam menunaikan kewajiban.
2). Sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan dan segala yang diharamkan.
3). Sabar terhadap semua bala bencana dan musibah yang ditakdirkan.
b. Sabar yang Sunah
Sabar yang disunahkan juga ada tiga macam : Sabar dalam menahan diri dari menghadapi perlakuan buruk dengan membalas keburukan pula, sabar menahan hAl-hal yang disunahkan, dan sabar dalam menahan diri dari yang makruh.
Contoh sabar dalam menahan diri dari menghadapi perlakuan buruk dengan membalas keburukan pula adalah sebagaimana firman Allah SWT :
Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. (QS. An-Nahl : 126)
Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosapun atas mereka. Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hAl-hal yang diutamakan. (QS. Asy-Syura : 41-43)
Jika manusia tidak menyukai hak-haknya dilanggar. Apalagi, syariat Rabbani membolehkan manusia untuk membela diri dari penganiayaan, menghadapi keburukan dengan keburukan pula, dan siksa dengan siksa dengan syarat tidak melebihi atau berlaku lalim baik dalam ketentuan jumlah maupun caranya. Seseorang tidak boleh membayar utang satu takaran dengan dua takaran atau satu tamparan dengan dua tamparan yang dituntut dari seorang Muslim. Tetapi yang paling wajar dilakukannya adalah menahan amarahnya, sabar terhadap penderitaan, menutup kejelekan dan memaafkan pelakunya agar mendapat pahala di sisi Allah dan memperoleh ganjaran yang banyak serta pujian yang baik atas perbuatan-perbuatan yang terpuji, sebagaimana disebutkan oleh Ibn Katsir di dalam tafsirnya.36
c. Sabar yang Mubah
Sabar yang mubah adalah menahan diri dari semua perbuatan yang kedua-duanya sama-sama baik antara melakukan dan meninggalkannya dan bersabar atasnya. Di antara contoh-contohnya adalah suka mengadakan darmawisata atau sabar darinya, atau suka memakan jenis makanan tertentu atau menahan diri darinya. Nafsu itu selalu berkeinginan dan menyukai agar keinginan-keinginannya selalu dituruti dan dipenuhi. Dengan syarat, ia tidak bermaksud mengharamkan apa-apa yang telah dihalalkan Allah SWT. Jika tidak, ia akan berdosa. Misalnya, tidak ada larangan untuk berfikir memakannya atau memalingkan ingatan dari memakannya, keduanya adalah sama. Seolah-olah sabar yang mubah merupakan semacam komitmen yang dengannya seseorang berupaya melatih diri dan mengendalikannya untuk tidak memenuhi semua kebutuhannya secara terus menerus.
d. Sabar yang Makruh
Ada beberapa contoh sabar yang makruh yang dapat memperjelasnya :
Pertama, menahan diri dari kelapangan dalam makanan, minuman, pakaian dan hubungan suami isteri sehingga hal itu membahayakan kesehatan badannya. Hal ini bertentangan dengan apa yang disebutkan oleh Allah SWT di dalam firman-Nya, ”Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah : 195)
Kedua, menahan diri dari menggauli isterinya ketika isterinya membutuhkan hal itu dan tidak ada mudarat bagi si suami. Karena yang demikian akan memudaratkan bagi isteri dan berarti ia telah mengabaikan salah satu hak bersuami isteri, sementara Islam menganjurkan untuk menjaga hak-hak tersebut dan menggaulinya secara baik, penuh keramahan dalam mencampurinya dan memberikan hak-haknya secara sempurna. Allah SWT berfirman, ”Dan bergaullah dengan mereka secara patut”.
Hal ini dimaksudkan agat tata aturan rumah tangga menjadi lurus, dan perkara-perkaranya menjadi baik serta ikatan suami isteri yang suci menjadi langgeng.

e. Sabar yang Haram
Menyangkut sabar yang diharamkan, Ibn Qayyim berkata, ”Sabar yang diharamkan itu bermacam-macam. Salah satunya ialah bersabar diri dari makan dan minum hingga mati”. Dalam arti menahan diri dan makan dan minum hingga mati, sama ada mudah dalam melakukannya ataupun membutuhkan sedikit jerih payah.37
Imam Al-Ghazali merinci hal itu dengan mengatakan, ”Ketahuilah bahwa sabar dilihat dari aspek hukumnya terbagi kepada fardhu, sunah, makruh dan haram. Sabar dalam menahan diri dari semua larangan adalah wajib; sabar menahan diri dari semua yang makruh adalah sunah; dan sabar dalam menerima perlakuan menyakitkan yang dilarang adalah haram. Sabar yang haram ini seperti ada orang yang ingin memotong tangannya atau tangan anaknya dan dia bersabar atasnya dengan tetap diam. Dan juga seperti ada orang yang menginginkan isterinya dengan syahwat yang diharamkan lalu rasa cemburunya bergelora kemudian ia bersabar menahan diri dari menyatakan kecemburuannya itu dan hanya diam saja terhadap apa yang terjadi atas keluarganya maka ini adalah sabar yang diharamkan. Dan sabar yang makruh adalah sabar atas penderitaan yang didapatinya dari sisi yang dimakruhkan dalam syariat. Demikianlah, hendaknya syariat yang menjadi tolok ukur kesabaran. Sabar adalah setengah iman. Tidak seyogyanyalah anda membayangkan semua itu terpuji. Akan tetapi yang terpuji adalah beberapa macam kesabaran yang tertentu.38
3. Pembagian Sabar Menurut Tempatnya
Sabar itu ada dua macam, bersifat badani dan bersifat rohani. Setiap satu dari keduanya mempunyai dua macam pula, bersifat sukarela dan terpaksa.39 Bagian-bagian yang empat ini adalah sebagai berikut :
a. Yang Bersifat Badani Secara Suka Rela
Misalnya, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang memberatkan bagi abadan atas pilihan dan kemauan sendiri. Orang yang memilih pekerjaan di kantor tidak seperti orang yang memilih pekerjaan sulit sebagai tukang besi, tukang kayu dan tukang bangunan. Seorang buruh yang bekerja misalnya, menemukan beberapa kesulitan yang tidak ditemui oleh seorang pegawai kantor. Seperti mengangkat beban berat, menahan terik matahari, dan bahaya yang mengancam hidupnya, sementara gajinya relatif kecil jika dibandingkan gaji seorang pegawai. Meskipun demikian, kita lihat dia menjalankan aktivitasnya dengan sabar atas kemauannya sendiri dan sesuai dengan kemampuan tenaga badannya.
b. Yang Bersifat Badani Secara terpaksa
Seperti sabar dalam merasakan sakitnya pukulan, peyakit, luka-luka, dingin, panas dan lainnya, yang dialami oleh kebanyakan muslimin di masa permulaan Islam. Mereka benar-benar kecil di hadapan berbagai macam kepedihan itu. Bilal, mislanya beliau pernah dilemparkan di kerikil-kerikil padang pasir Mekah yang membara dalam keadaan terlentang, di tengah hari dan di bawah terik matahari yang membakar, kemudian dadanya ditindih dengan batu besar, sedang dia hanya berkata, ”Ahad ... Ahad.”40
c. Yang Bersifat Rohani Atas Dasar Suka Rela
Seperti kesabaran diri dari melakukan sesuatu yang tidak baik menurut syariat maupun akal. Seperti berfikir untuk mencuri sesuatu pemberian Allah kepada sebagian orang atau yang telah dikumpulkan oleh orang lain dan diperolehnya dengan susah payah, sedang dia mengabaikan hal itu. Dari asfek akal manusia, mencuri adalah suatu perbuatan yang mengerikan karena mengambil barang atau harta maupun yang lainnya milik orang lain tanpa hak. Sedang dari aspek syariat, mencuri adalah tindakan kriminal yang patut dihukum dengan potong tangan apabila pencuri itu nyata-nyata telah sesuai dengan definisinya menurut syariat.
d. Yang Bersifat Rohani Atas Dasar Keterpaksaan
Seperti kesabaran jiwa karena terpaksa atas orang yang dicintainya, apabila antara keduanya terpisahkan oleh kematian misalnya yang merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia. Atau melalui data-data yang terhimpun yang menetapkan dia telah memusuhi seseorang yang tidak bersalah, lalu diringkus dan dipenjara.Terpisahlah antara dia dan ibunya, yang mana bagi ibunya, semua keluarga dan sanak saudaranya, selain dia sebagai pencari nafkah adalah juga sebagai seorang yang mengurusi urusan-urusan mereka. Atau dengan sebab keIslaman seseorang yang meninggalkan ibunya, isterinya, anak-anaknya, dan semua hartanya, lalu ia bersabar atas terputusnya hubungan itu. Seperti yang terjadi pasa Shuhaib bin Sinan manakala beliau ingin hijrah bersama Rasul SAW, tapi dia terlambat karena jatuh kesalah satu perangkap orang-orang musyrik. Dan ketika telah bebas dari perangkap itu dan berangkat dengan maksud menyusul Rasulullah saw, kelompoknya yang terdiri dari orang-orang Quraisy mengejarnya dan menghadang perjalanannya, lalu ia tunjukkan kepada mereka tempat persembunyian semua harta kekayaannya. Mereka pun segera pergi meninggalkannya dan tidak mempedulikannya.
Ya, sesungguhnya Shuhaib telah membeli jiwanya yang beriman dengan semua kekayaannya yang dikumpulkan selama masa mudanya. Dia telah mampu bersabar menahan dirinya dari hal yang dicintai oleh manusia umumnya, yaitu harta.
Apalah artinya harta ? apalah artinya emas ? apalah artinya dunia jika imannya telah tetap dan masih ada didalam hatinya kemulian serta masih ada keinginan untuk kembali ketujuan akhir ? 41

F. Macam-Macam Sabar
Pembagian sabar menurut keterkaitannya dengan hukum yang lima, bahwa sabar yang wajib ada tiga macam, yaitu :
1. Sabar dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban.

2. Sabar dalam menahan diri dari kemaksiatan dan segala yang diharamkan.
3. Sabar atas musibah dan bencana.

Jenis Pertama : Sabar dalam Ketaatan
Kita tahu, iman adalah penghubung antara manusia dengan Allah SWT. Sebagaimana hubungan persaudaraan dan persahabatan antara manusia tidak dianggap dan tidak berarti apa-apa kecuali setelah terbukti oleh waktu dan telah tersingkap hakikat yang sebenarnya oleh berbagai macam kejadian, demikian pulalah keimanan. Untuk menentukan keimanan pada diri seorang hanba dan agar nyata kebenarannya, hubungan itu harus diuji dengan perintah-perintah, larangan-larangan, dan ketentuan takdir, yang dapat menyingkap kebenaran hubungan tersebut. Karena itu, manusia harus memahami secara sempurna bahwa tujuan diciptakannya makhluk yang dengannya perkara agama dapat mantap adalah mengenal Allah dan mengesakan-Nya dalam ibadah, cinta, taat, tobat kepada-Nya, ridha kepada-Nya dan mengikuti perintah-perintah-Nya secara keseluruhan, serta meninggalkan semua yang dilarangnya.
Kalau kita pikirkan secara mendalam rukun-rukun Islam yang wajib, kita akan temukan bahwa untuk menegakkan dan mengamalkannya secara kontinyu, kita membutuhkan ketahanan dan kesabaran dalam penderitaan. Shalat misalnya, sebagaimana kita ketahui merupakan tiang agama dan merupakan hubungan langsung antara manusia yang akan binasa dengan kekuatan yang kekal selamanya. Kedudukan shalat di dalam Islam tidak dapat ditandingi oleh ibadah lain apapun, karena ia ibadah yang dilakukan berulang-ulang dan tidak terikat dengan waktu tertentu sepanjang tahun disertai dengan kesabaran, sekalipun kesabaran diperlukan juga dalam ibadah-ibadah yang lain. Allah berfirman, ” Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqarah : 153)
Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi mengetahui kekuatan besar yang diperlukan manusia untuk dapat tetap istiqamah di atas jalan yang benar. Oleh karenanya Dia mengarahkan umat Islam untuk menjadikan kesabaran dan shalat sebagai penolongnya dalam mengemban peran besar di atas pundak mereka. Yang paling utama adalah mengenal Allah, mengesahkan-Nya, dan mentaati-Nya. Itulah yang paling utama dan membutuhkan kesabaran. Sabar dalam segala jenis ketaatan adalah diharuskan, khususnya shalat, sebagai pujian terhadap kedudukannya (dalam Islam).42
Sabar bukan hanya berkaitan dengan pelaksanaan shalat saj, namun secara tidak langsung berkaitan juga dengan dengan zakat, sedekah, kedermawanan dan murah hati. Agama Islam menjadikan pemeluknya mencintai jiwa yang mulia dan tangan yang dermawan, menganjurkan mereka untuk bersegera melakukan kebaikan dan hal yang luhur, serta memuji orang-orang yang berinfak di jalan Allah :
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (QS. Al-Baqarah : 274)
Jenis Kedua : Sabar Terhadap Maksiat
Suatu hal yang butuh perhatian adalah bahwa masyarakat sekarang di seluruh penjuru bumi cenderung menjauhi perintah-perintah Allah. Seseorang melakukan kemaksiatan-kemaksiatan tanpa malu dan menghalalkan hal-hal yang diharamkan tanpa membedakan apakah dari agama atau dari makhluk. Dia menganggap bahwa hidup yang dijalaninya hanya di dunia ini saja, dan mengira bahwa kebagiaannya adalah dalam memperoleh kenikmatan-kenikmatan yang diharamkan. Dia menunjukkan pada dirinya dan orang-orang di sekelilingnya bahwa perbuatan-perbuatannya itulah yang masuk akal, yaitu yang sejalan dengan perkembangan peradaban. Akan tetapi, ketika dia berada seorang diri dan melihat hakikat dirinya, dia memahami bahwa hatinya tidak merasakan kenyamanan dan nuraninya mencela apa yang telah ia perbuat. Ini jika dia seorang yang mempunyai jiwa yang baik. Karena, jiwa yang tidak jelek pada suatu saat pasti akan memahami bahwa kemaksiatan-kemaksiatan, dosa-dosa, dan kesalahan-kesalahan mempunyai pengaruh-pengaruh psikologis dan sosial yang jelek dan berbahaya, lalu dia membenci dan menjauhinya. Karena kemaksiatan baik besar atau kecil, nayat atau tersembunyi, adalah diharamkan, maka sabar dalam menahan diri darinya adalah sangat tinggi nilainya dalam kehidupan seseorang maupun masyarakat. Karena, tidaklah sesuatu itu diharamkan kecuali karena mengandung bahaya bagi kesehatan, akal dan amalnya, serta membahayakan bagi masyarakat.43
Di dalam pergumulan kita dengan materi, terdapat beberapa tindakan yang pada dasarnya merupakan kemaksiatan dan penyakit yang telah diharamkan oleh Islam atau diperingatkan kepada kita. Telah digambarkan pula kepada kita cara mengatasinya dengan sesuatu yang membawa kemaslahatan, baik pribadi maupun masyarakat. Di antaranya kebakhilan. Sifat tercela ini bermakna kekerasan hati seseorang dan hilangnya kasih sayang dari dirinya, egoisme yang terlalu dan tidak memikirkan orang lain ataupun memperhatikan perasaan dan kebutuhan-kebutuhan mereka, kebencian yang berketerusan antara kaum kafir yang membutuhkan dan orang-orang kaya yang sangat kikir. Oleh karenanya Islam menganggap kebakhilan termasuk dosa besar, sebagaimana firman Allah SWT :
Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. (QS. Ali ’Imran : 180)
Dan dijelaskan oleh Nabi saw mengenai dosa besar yang diterima oleh orang bakhil, dalam haditsnya, ”Dan orang yang bakhil itu jauh dari Allah, jauh dari surga, jauh dari manusia, dekat dengan neraka.”44
Jenis Ketiga : Sabar Atas Bala
Allah SWT menjadikan kehidupan dunia diatas kodrat yang berubah-ubah dan silih berganti. Ada sedih dan senang, ada cinta dan benci, serta ada sehat dan sakit. Terkadang sebagian manusia ditakdirkan menderita berbagai macam cobaan. Maka tidak ada jalan lain kecuali sabar dan pasrah. Sabar atas sesuatu yang telah ditakdirkan kepadanya, pasrah dan rela terhadap qadla Allah, itulah jalan yang tepat untuk melalui ujian terbesar, yaitu uji kehidupan. Akan tetapi, manusia selalu bingung menghadapi berbagai kesulitan; bosan terhadap penderitaan-penderitaan ; dan berkeluh kesah dalam menghadapi musibah. Apabila terbentur atau turun atasnya bencana, ia mengeluh dan sempit rasanya bumi dengan segala keluasannya.
Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. (QS.Al-Ma’arij: 19-20)
Manusia tekah dijadikan (bertabiat) tergesa-gesa. (QS. Al-Anbiya : 37)
Seseorang misalnya, dilahirkan dalam keadaan cacat atau ia mengalami suatu kecelakaan, di mana dalam kecelakaan itu dia mengalami patah atau terbakar atau luka atau suatu goncangan yang mengakibatkan kehilangan penglihatan – milik paling berharga- lalu dihadapkan pada kemungkinan bisa sembuh atau terus mengalami cacat yang tidak ia sukai, sebagai cobaan.Keduanya membutuhkan kesabaran dan ketabahan. Apabila ia melakukan hal itu dan rela terhadap nasib dan takdir yang ditentukan Allah baginya, maka balasannya sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, Sesungguhnya Allah SWT berkata ’apabila hambaku kutimpakan bala pada sesuatu yang paling dicintainya, lalu ia bersabar, maka aku akan ganti dari keduanya, surga,”45
Kesabaran dituntut pula apabila bahaya dan penderitaan atau kematian menjemput orang yang paling dicintainya, yaitu anak. Dari Anas bin Malik diceritakan bahwa Rasulullah saw mendatangi seorang perempuan yang sedang menangisi anaknya. Lalu beliau berkata padanya, ” takutlah kepada Allah dan bersabarlah”. Wanita itu berkata, ”Apa pedulimu terhadap musibahku ?” Manakala beliau saw pergi, ada yang mengatakan pada wanita itu, sesungguhnya dia adalah Rasulullah saw. Maka wanita itu merasa seolah-olah dirinya mati. Kemudian dia mendatangi rumah Rasulullah saw. Dia tidak menemukan penjaga pintu disana, lalu berkata, ” Wahai Rasulullah, aku tidak tahu kalau yang aku ajak bicara tadi adalah engkau.” Maka Rasulullah bersabda, ”Sesungguhnya kesabaran itu hanya pada goncangan yang pertama.”46












SUMBER KUTIPAN BAB II

1Muhammad bin Abu Bakar Abdul Kadir, Mukhtar Shihah, (Bairut, Maktabah Lubnan, 1989,) Cet. 1, h. 311
2Zamaluddin Abi Fadhl Muhammad bin Mukarram, Lisanul Arab, (Bairut, Darul Kutub Al ’Ilmiah, 1424 H. / 2003 M,) Juz. 2 Cet. Pertama, h. 404
3Dr. Ibrahim dan Dr. Abdul Halim, Al Mu’jam Al Washit, (Kairo - Mesir, Majma’ul Lughah Al Arabiah, 1392 H / 1972 M,) Cet. Kedua, h. 505
4Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Madariju as-Salikin, diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar, 1998,) Juz.II, Cet.I, h.156
5Abdul Kadir Isa, Haqaiq An Attasawwuf, (Suria, Darul Irfan, 1421 H / 2001 M,) Cet. Kedua, h. 264
6Imam Abi Al Kasim Abdul Karim, Ar Risalah Al Kusyairiyah, (Kairo - Mesir, Darul Kutub Al Haditsah, 1972), Juz. 1, Cet. Pertama,h. 508
7Imam Al Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, (Kairo - Mesir, Ihya Al Kutub Al Arabiyah, 1377 H / 1957,) Juz. 4, Cet. Pertama, h. 62
8Asma Umar Hasan Fad'aq, As-Shabru fi Dhau' alKitab wa as-Sunnah, diterjemahkan oleh Nasib Musthafa, (PT.Lentera Basritama, 2000 M,) Cet.II, h.51
9Syeikh Muhammad Al-Ghazali, Khuluqul Muslim, (Mesir, Akhbarul Jaum, tt,) Juz. 2 Cet. Pertama, h. 18-19
10¬Ibnu Qayyim, Op. Cit., hal. 203
11Imam Al Ghazali, Op. Cit., hal. 60
12Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al Mu’jam Al Mufahras Li Al Fazhil Qur’an, (Mesir, Darul Kutub Al Mishriyyah, 1945 M,) Cet. Pertama, h.
13Syeikh Muhammad Ghazali, Nahwu Tafsir Maudhu’i Li Suari Al Qur’an, (Bairut, Darul Syuruq, 1415 H / 1995 M,) Juz. 1 h. 45
14Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Tafsir Al Qur’anul Adzhim, Juz. 1, h. 404

15Amru Khalid, ash-Shabbru wadz Zauq, diterjemahkan oleh Sarwedi M, Aqwam, 2006M, Cet.II, h. 31
16Ibid., hal. 29
17Dr. Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Al Munir, (Beirut, Darul Fikir, 1411 H / 1951 M,) Juz. 23, Cet. Pertama, h. 270
18Syeikh Muhammad Ghazali, Op. Cit., Juz. 3, h. 235
19Imam Muslim bin Al Hajjaj bin Muslim Al Qusyairi, Shahih Muslim Bisyarhi An Nawawi, (Mesir, Darurrayyan Litturats, 1417 H / 1986 M,) Juz. 6, Cet. Pertama, h. 220
20Ibid., hal. 125
21Muhammad bin ’Ulan As Shiddiqy, Dalilul Falihin, (Mesir, Darurrayyan Litturats, 1417 H / 1986 M), Juz. 1, Cet. Pertama, h. 171
22Al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa, Sunan At Tirmidzi, (Indonesia, Maktabah Dahlan, tt,) Juz. 3, , Cet. Pertama, h. 213
23Ibid.
24Muhammad bin ’Ulan As Shiddiqy, Op. Cit., h. 193
25Al Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa A. Muri Yusuf, Op. Cit, Juz. 4, h. 28
26Imam Abi Al Kasim Abdul Karim, Op. Cit., h. 510
27Ibid., h. 511-512
28Abdul Kadir Isa, Op. Cit., h. 267-268
29Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al Mumbiji, Tasliayatu Ahlil Mashaib, (Bairut, Muassasah Iman, 1408 H / 1988 M,) Cet. Ketiga, h. 181-182
30Imam Al Ghazali, Op. Cit., Juz.IV, h.66
31Ibid
32Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit, h.73
33Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Op.Cit, Juz.XI, h.393
34Imam al-Gazali, Op.Cit., Juz.IV, h.67
35Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Op.Cit, h.203
36Ismail bin Katsir Al Kuraisy, Op.Cit., Juz.IV, h.119
37Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit., h.83
38 Imam al-Gazali, Op.Cit., Juz.IV, h.67
39Asma Umar Hasan Fad'aq, Op.Cit., h.85
40Ibid, h.86
41Ibid, h.89
42Ibid, h.96
43Ibid, h.131
44Al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa, Op.Cit, Juz.III, h.231
45Al-Hafiz Muhammad bin 'Ali bin Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, (Mesir, Darul Rayyan Litturas, 1986M,) Juz.X, Cet.I, h.120
46Ibid., Juz.III, h.177