STANDARD KOMPETENSI GURU DALAM KONTEKS
GLOBALISASI DAN STANDARISASI
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Sehingga globalisasi membuat pasar dan perusahaan tumbuh melampaui batas-batas negara. Hampir bisa dipastikan bahwa kebijakan ekonomi pun akan mengikuti tren ini dan dengan demikian ia menjadi suatu kebijakan dengan dimensi internasional. Koordinasi dan kerjasama internasional semakin dikedepankan dalam agenda kebijakan ekonomi. Tapi masih diperdebatkan bidang-bidang apa saja yang perlu diperhatikan untuk melakukan koordinasi internasional dan sejauh apa jangkauan koordinasi tersebut.
Jika amanah untuk mencetak SDM yang mumpuni untuk mampu bersaing di era global, maka yang paling orgen adalah pembenahan standarisasi tenaga kependidikan, dalam hal ini yang paling urgen lagi adalah standarisasi guru.
Persoalan standarisasi guru adalah pekerjaan utama yang harus dibenahi sesegeranya, dimana guru harus memiliki kualifikasi standard, yakni standard kompetensinya sebagai guru, yang dilihat dari segi kualitas kinerja mereka.
BAB II
URGENSI UJI KOMPETENSI & SERTIFIKASI GURU
Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini, khususnya dalam bidang informasi dan komunikasi, telah menjadikan dunia ini terasa semakin menjadi sempit dan transparan. Antara satu belahan dunia dengan belahan dunia lainnya dengan mudah dapat dijangkau dan dilihat dalam waktu yang relatif singkat.
Itulah globalisasi, yang di dalamnya membawa berbagai implikasi yang luas dan kompleks bagi kehidupan manusia. Implikasi nyata dari adanya globalisasi adalah terjadinya perpacuan manusia yang mengglobal. Seorang individu dalam berkarya tidak hanya dituntut untuk mampu berkiprah dan berkompetisi sebatas tingkat lokal dan nasional semata, namun lebih jauh harus dapat menjangkau sampai pada tingkat kompetisi global, yang memang di dalamnya berisi sejumlah tantangan dan peluang yang begitu ketat.
Pada saat yang bersamaan, kita pun saat ini sedang dihadapkan dengan era otonomi daerah, yaitu sebuah paradigma baru dari sistem pemerintahan, yang semula bersifat otoriter-sentralistik menuju ke arah demokratik-desentralistik. Sebagai paradigma baru, tentunya akan mempunyai implikasi yang sangat luas pula terhadap tatanan kehidupan. Berbagai persoalan akan muncul, baik yang bersifat tantangan maupun hambatan. Dengan kewenangan yang luas, daerah seyogyanya lebih mampu untuk memberdayakan diri dan memacu partisipasi masyarakatnya dalam berbagai kegiatan pembangunan, sehingga pada gilirannya benar-benar akan dapat terwujud berbagai kemajuan yang signifikan.
Dari sini timbul pertanyaan, bagaimanakah agar kita benar-benar dapat survive dan eksis guna menghadapi kedua tantangan zaman tersebut. Tak lain jawabannya, kualitas sumber daya manusia ! Faktor kualitas sumber daya manusia menjadi amat penting karena hanya dengan sentuhan manusia-manusia yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, keterampilan yang handal dan sikap moral yang tinggi, maka berbagai persoalan yang muncul sebagai konsekwensi logis dari adanya era globalisasi dan era otononomi daerah sangat diyakini akan bisa terjawab. Oleh karena itu, gerakan usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia hendaknya menjadi komitmen seluruh komponen bangsa. Melalui usaha meningkatkan kualitas sumber daya manusia diharapkan dapat tercipta manusia-manusia yang dapat diandalkan untuk menjadi motor penggerak pembangunan di daerah. Sekaligus pula, dapat diandalkan untuk mampu berkiprah dalam percaturan global.
Pada kenyataaannya, memang harus diakui bahwa saat ini tingkat kualitas sumber daya manusia kita sangat mengkhawatirkan, jangankan untuk bersaing pada tingkat global, untuk tingkat regional ASEAN saja, posisi kualitas sumber daya manusianya di atas kita.
Dalam kenyataan selama ini saangat terasa dalam pengelolaan dan pengembangan proses pembelajaran seringkali guru menjadi miskin kreativitas, dan tugas yang dilakukan lebih pada penyampai apa yang telah disajikan dari pusat dalam bentuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai pada tahap evaluasi sekali pun, apalagi dengan adanya kewajiban untuk memenuhi target-target materi kurikulum tertentu yang seringkali menimbulkan rasa stress, baik guru maupun siswa, sehingga tiodak jarang terjadi pemaksaan menjejali materi kepada siswa, mengerti atau tidak mengerti apa yang telah disampaikan, bukan urusan utama. Belum lagi kewajiban membuat berbagai perangkat administrasi yang sudah terpolakan secara baku dan bermacam-macam jenisnya.
Disamping berbagai persoalan di atas, ditambah lagi kenyataan belum dapat dipastikan seberapa banyak di negara kita tercinta ini guru yang berpredikat sebagai guru profesional belum dapat dipastikan, padahal guru yang tidak profesional dikuatirkan akan melakukan berbagai tindakan yang salah dalam pendidikan, yang menurut DR. E. Mulyasa, M.Pd, paling tidak ada 7 kesalahan yang sering dilakukan guru, sbb. :
1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
2. Menunggu Peserta Didik Berprilaku Negatif
3. Menggunakan Destrukruktif Disiplin
4. Mengabaikan perbedaan peserta didik
5. Merasa paling pandai
6. Tidak adil (diskriminatif)
7. Memaksa hak peserta didik
Persoalan lain guru adalah menyangkut kesejahteraan; dimana tunjangan fungsional sangat jauh rendahnya dengan profesi lain, prosedur kepangkatan yang berbelit, yang akhirnya ujungnya adalah pungutan yang tidak jelaspun terjadi.
Akumulasi berbagai persoalan yang dihadapi guru berdampak luas terhadap melemahnya kinerja guru. Guru melaksanakan tugas semata-mata sebagai rutinitas, tanpa disertai proses kreatif dan inovatif, ditambah dengan berbagai tindakan-tindakan yang tanpa disadarinya adalah sebuah kesalahan, sehingga melahirkan hubungan antara guru dan siswa yang humanis berjalan tersiok-siok.
Diera global saat ini, perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan sistem pendidikan harus dilakukan, termasuk di dalamnya usaha untuk menempatkan guru sebagai kunci utama keberhasilan pendidikan. Karenanya guru diberikan otonomi yang lebih luas dalam melaksanakan berbagai tugas, fungsi dan kewajibannya, Guru harus didorong berbuat lebih kreatif dan inovatif untuk menemukan sendiri berbagai metode dan cara baru yang paling sesuai dan tepat dalam proses pembelajaran, yang ditujukan demi keberhasilan para siswanya.
Begitu juga, bobot penilaian dan penghargaan kepada guru hendaknya ditekankan pada hal-hal lebih esensial dan subtansial yaitu sejauhmana guru dapat melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan sejauhmana guru dapat mengembangkan pola interaksi belajar yang kondusif. Jadi, bukan hanya sekedar dilihat dari segi kemampuan administratif semata, tapi guru dituntut untuk betul-betul dapat menjalankan perannya dalam prroses pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
DR. E. Mulyasa, M.Pd, menyebutkan ada 20 peran yang idealnya dilakukan oleh seorang guru profesional, yakni sebagai : (1) pendidik, (2) Pengajar, (3) Pembimbing, (4) Pembimbing, (5) Pelatih, (6). Penasehat, (7). Inovator, (8). Model/ teladan/ uswah, (9) Pribadi, (10) Peneliti, (11) Pendorong Kreativitas, (12) Pembangkit Pandangan, (13) Pekerja Rutin, (14) Pemindah Kemah, (15) Pembawa Cerita, (16) Aktor, (17) Emansipator, (18) Evaluator, (19) Pengawet , dan (20) Kulminator.
Upaya pemberdayaan guru, baik dari segi kinerja maupun kesejahteraannya, untuk terciptanya sumber daya manusia yang berkualitas akan menjadi menjadi kenyataan, yang pada gilirannya nanti akan terbentuk manusia-manusia yang sanggup mencetak sumber daya insani yang memiliki dan wawasan sanggup bersaing di era global.
Karenanya dalam Standar Kompetensi Guru bagian Komponen Pengelolaan Pembelajaran Dan Wawasan Kependidikan & Komponen Pengembangan Profesi disebutkan bahwa :
“Berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, antara lain: (1) adanya keberagaman kemampuan guru dalam proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan, (2) belum adanya alat ukur yang akurat untuk mengetahui kemampuan guru, (3) pembinaan yang dilakukan belum mencerminkan kebutuhan, dan (4) kesejahteraan guru yang belum memadai. Jika hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. “
Jadi persoalan mendasar untuk mencetak sumber daya insani yang sanggup bersaing di era global, tentu terpulang kepada bagaimana kemampuan mereka yang melakukan itu, yakni para guru. Ini berarti bahwa persoalan pokok terletak bagaimana menstandardkan kemampuan/ kompetensi guru sehingga memang diharapkan mampu melakukan tugas-tugas yang diamanahkan/ dituntut oleh masyarakat lokal, nasional dan bahkan internasional di era global ini.
Nanti sertifikat pendidik diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan , dan dilakukan oleh perguruan tinggi yang memiliki program pengadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah, dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel.
Guru mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal yang diangkat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kedudukan guru sebagai tenaga profesional berfungsi untuk meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang (1) beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) sehat, (4) berilmu, (5) cakap, (6) kreatif, (7) mandiri, serta (8) menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pofesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut: (1) memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; (2) memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; (3) memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; (4) memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; (5) memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; (6) memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; (7) memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; (8) memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan (9) memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru.
Pemberdayaan profesi guru diselenggarakan melalui pengembangan diri yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi.
Dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban : (1) merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; (2) meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (3) bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; (4) menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan (5) memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Jadi pengakuan kedudukan guru sebagai tenaga profesional memang perlu dibuktikan dengan sebuah sertifikat guru. Sertifikat guru adalah bukti formal sebagai pengakuan yang diberikan kepada guru sebagai tenaga profesional. Sertifikat guru didapat melalui proses yang disebut sertifikasi guru, namun lebih dari sekedar sebuah sertifikat, kinerja standard dan sifatnya permanen dan kuntinyu dari seorang guru adalah hal yang lebih utama.
BAB III
UPAYA PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU
Standardisasi Kompetensi Guru di negara kita yang secara serius dilaksanakan bertujuan untuk :
1. Memformulasikan peta kemampuan guru secara Nasional yang diperuntukkan bagi perumusan kebijakan program pengembangan dan peningkatan tenaga kependidikan khususnya guru.
2. Memformulasikan peta kebutuhan pembinaan dan peningkatan mutu guru sebagai dasar bagi pelaksanaan peningkatan kompetensi, peningkatan kualifikasi, dan Diklat-Diklat tenaga kependidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
3. Menumbuhkan kreatifitas guru yang bermutu, inovatif, terampil, mandiri, dan Menggungjawab, yang dijadikan dasar bagi peningkatan dan pengembangan karir tenaga kependidikan yang profesional.
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai landasan hukum penetapan Standar Kompetensi Guru adalah:
a. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional.
c. Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
d. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000 –2004 (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 206)
e. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan (Lembaran negara Tahun 1992 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3484) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000 (Lembaran negara Tahun 2000 Nomor 91, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3974)
f. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1992 tentang Tenaga Kependidikan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2000.
h. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor : 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
i. Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala Badan Administrasi Kepegawaian Nomor : 0433/P/1993, Nomor : 25 Tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
j. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor : 025/O/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.
k. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No : 031/O/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jadi untuk mengatasi berbagai masalah yang berkaitan dengan kondisi guru, yang disebutkan di atas, yang nanti akan berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan, sudah sangat didukung secara yuridis formal.
Secara sekilas dapat dijelaskan pilar yuridis formal standarisasi guru yang nampaknya secara serius akan dilakukan oleh pemerintah dapat kita lihat, umpanya :
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I pasal 1 ayat 17 : ” Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. ”.
Kemudian bab IX tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 35, ayat 1-4 berbunyi :
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.
(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan, dan pengendalian mutu pendidikan.
(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005, BAB II tentang Lingkup, Fungsi, Dan Tujuan, pasal Pasal 2, berbunyi :
(2) Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d. standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan;dan
h. standar penilaian pendidikan.
(3) Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
(4) Standar Nasional Pendidikan disempurnakan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Jadi berdasar Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, standard pendidik dan tenaga kependidikan adalah bagian utama dari lingkup Sandard Nasional Pendidikan, dan dalam rangka menjamin dan mengendalikan mutu pendidikan akan dilakukan salah satunya adalah sertifikasi yang tentunya untuk mengukur kualitas yang terkait dengan lingkup sumber daya yang dalam hal ini adalah tenaga pendidik dan tenaga kependidikan, yang tujuan akhirnya untuk memenuhi tuntutan kehidupan lokal, nasional dan global.
3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 82 ayat (1) bahwa Pemerintah wajib mulai melaksanakan program sertifikasi pendidik paling lama dalam waktu 12 bulan terhitung sejak berlakunya Undang-Undang tersebut
Keluarnya Undang-Undang Guru dan Dosen, yang merupakan kebijakan untuk meningkatkan kualitas kompetensi guru dimana guru harus memenuhi kualifikasi Strata 1 atau D4, dan memiliki sertifikat profesi. Dengan sertifikat profesi ini pula guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 bulan gaji pokok guru.
Peningkatan kesejahteraan ini sebenarnya yang dituju adalah meningkatkan kualitas kompetensi mereka yang diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan.
Namun perlu dicermati, apakah dengan program sertifikasi guru/ dosen sebagai perwujudan standarisasi kompetensi dan kinerja guru, betul-betul akan meningkatkan mutu dan kinerja mereka ?. atau pertanyaannya di rubah menjadi Bagaimana agar sertifikasi bisa meningkatkan kualitas kompetensi guru ?
Untuk itu perlu digaris bawahi bahwa sertifikasi bukan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni terciptanya guru yang memenuhi kualifikasi standard yang dihajatkan masyarakat di era global ini.
Kalau sertifikasi dijadikan tujuan, dimungkinkan bahwa dengan sertifikasi tidak akan mampu menjadikan para guru yang dapat memenuhi kualifikasi standard yang dihajatkan masyarakat di era global ini, dan ini artinya sertifikasi mungkin dapat dibilang gagal.
Karenanya setelah dilakukan sertifikasi sebagai bagian upaya sistematis untuk memacu guru ke arah terciptanya guru yang memenuhi kualifikasi standard yang dihajatkan masyarakat di era global ini, diperlukan lagi adanya pembinaan secara sistematis untuk menunjang hal itu.
Pembinaan secara sistematis yang dimaksudkan tentu diacukan untuk peningkatan kualitas pelaksanaan tugasnya sebagai guru, seperti pertama : kemampuan guru dalam memanfaatkan dasar-dasar kemampuan dalam mengajar, yang seperti disebutkan oleh Dr. E. Mulyasa, M.Pd ada 8 kemampuan dasar yang menjadi dasar untuk menciptakan pembelajaran kreatif dan menyenangkan, yakni. : (1). Keterampilan bertanya, (2) memberi penguatan, (3). Mengadakan variasi, (4). Menjelaskan, (5). Membuka dan menutup pelajaran, (6). Membimbing Diskusi Kelompok Kecil, (7) Mengelola Kelas, dan (8) Mengajar Kelompok Kecil dan Perorangan.
Kedua ; kemampuan dalam mengembangkan pendekatan pembelajaran dan menentukan pilihan metode pembelajaran yang efektif, ketiga; kemampuan melakukan bimbingan terhadap siswa yang lamban atau pun yang sangat cerdas dan proses individualisasi pembelajaran, keempat; kemampuan melakukan tindakan kelas dan, kelima yang tak kalah pentingnya adalah bagaimana mendongkrak kualitas pembelajaran itu sendiri.
Jadi pada intinya pembinaan haruslah secara sinergi diarahkan kepada upaya menumbuh kembangkan kompetensi dasar profesional guru.
Kompetensi dasar profesional guru yang dikehendaki adalah memiliki kemampuan untuk : (1) menguasai bahan; (2) mengelola program belajar mengajar; (3) mengelola kelas; (4). menggunakan media/ sumber; (5).menguasai landasan-landasan kependidikan; (6). mengelola interaksi belajar mengajar; (7). menilai prestasi untuk kepentingan pengajaran; (8).mengenal fungsi dan program pelayanan bimbingan dan penyuluhan; (9).mengenal dan menyelenggarakan administrasi sekolah; dan (10).memahami dan menafsirkan hasil-hasil penelitian guna keperluan pengajaran.
Untuk menilai apakah seorang guru telah dianggap punya kemampuan standard dalam melaksanakan tugasnya dan upayanya meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran, maka dapat dilihat dari empat gugus kemampuan yang dapat dianggap sebagai kemampuan profesional, yaitu : (1). Merencanakan program belajar mengajar; (2). Melaksanakan dan memimpin proses belajar mengajar; (3). Menilai kemajuan proses belajar mengajar; dan (4).Menafsirkan dan memanfaatkan hasil penilaian kemajuan belajar mengajar dan informasi lainnya bagi penyempurnaan perencanaan dan pelaksanaan proses belajar mengajar
Ada berbagai alternatif upaya yang dapat dilakukan dalam rangka menumbuh kembangkan profesionalitas guru, antara lain : Pertama ; Melakukan Kegiatan Mandiri, dimana guru dalam idealnya harus punya kemampuan melihat dan membaca keadaan dirinya sendiri, yang menyangkut keadaannya sebagai pribadi (self Concept), keadaannya dengan ide pribadinya (self idea) dan dengan realita dirinya (self Reality). Dan manakala didapatinya bahwa dia punya kelemahan dalam melaksanakan tugasnya secara profesional, maka dia harus secara sadar mau mendisiplinkan dirinya, untuk secara mandiri mengupayakan bagaimana agar ia mampu melaksanakan tugasnya secara profesional, dengan mempelajari referensi-refensi, atau melakukan kegiatan tutor sebaya dengan teman seprofesi, yang memungkinkan peningkatan kemampuan profesionalnya itu.
Kedua; memanfaatkan forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) atau Kelompok Kerja Guru (KKG). Pada forum KKG dan MGMP dibentuk untuk membantu guru mencari jalan keluar terhadap segala permasalahan yang ditemui di lapangan, baik menyangkut penguasaan materi, penyusunan rencana pengajaran dan lain sebagainya, disamping sekaligus dapat dimanfaatkan untuk menjalin ukhuwwah Islamiyah antar sesama guru agama. Dan dengan perencanaan yang baik, forum ini dapat disinerjikan untuk kepentingan peningkatan profesionalisme guru agama.
Untuk efektivitas pemanfaatan forum ini bagi upaya peningkatan mutu Guru, dapat dilakukan langkah berikut :
a. Melakukan inventarisasi masalah yang dihadapi guru agama kaitannya dengan profesinya sebagai guru agama, yang difasilitasi oleh guru inti.
b. Memecahkan masalah yang ditemui, melalui :
1) kegiatan sesama anggota forum difasilitasi oleh guru inti; atau jika tidak bisa
2) bantuan guru inti; atau kalau belum selesai juga
3) mendatangkan tenaga ahli tertentu.
Ketiga; memaksimalkan fungsi Pengawas, sebab fungsi pengawas yang harus diberikan kepada guru :
1. memberikan bimbingan kepada guru
2. membantu mereka memecahkan masalah-masalah pengajaran
3. menstimulasi dan mengarahkan para guru untuk mengkaji, mengevaluasi dan menyempurnakan baik sikap maupun praktek individual, maupun aktivitas-aktivitas dan prosedur-prosedur pengajaran mereka.
Dengan dijalankannya fungsi pengawas secara maksimal, maka upaya peningkatan profesionalisme guru akan dapat cepat terwujud, sebab pengawas akan mampu melakukan stimulasi, koordinasi dan bimbingan secara kontinyu kepada guru agama.
Keempat; melalui kegiatan yang direncanakan secara sistematis. Kegiatan yang direncanakan secara sistematis yang dimaksudkan adalah kegiatan seperti penataran, pendidikan dan latihan, In House Training, In Service Training, dan yang sejenisnya. Walau pun kegiatan ini sangat efektif dilaksanakan, tapi sangat tergantung kepada para pemegang kebijakan di suatu instansi, dan karena menyangkut proyek pendanaan yang besar, biasanya kemampuan dan jangkauan pelaksanaannya pun terbatas.
Kelima; melalui pemberian penghargaan terhadap prestasi. Peningkatan profesionalisme guru juga dapat dilakukan melalui pemberian penghargaan terhadap prestasi yang ditunjukkan dan dilakukan atau diperoleh guru, misalnya mengadakan pemilihan guru teladan, lomba pembuatan alat peraga, lomba pengembangan metodologi pembelajaran, pengorbitan guru yang kinerjanya bagus untuk memimpin sebuah sekolah, dan lain sebagainya.
Kegiatan Pemberian Penghargaan Terhadap Prestasi ini perlu dilakukan, sebab secara tidak langsung akan memberikan spirit guru untuk meningkatkan prestasinya dan tentu akan sangat berimbas besar terhadap peningkatan profesionalismenya.
Peningkaatan kinerja ini diharapkan akan dimulai manakala guru tergugah untuk mau memacu diri untuk lebih meningkatkan kualitas dirinya, kualitas mutu layanan pendidikan dan pengajaran yang ia lakukan, kreatifitasnya dalam mengembangkan proses pembelajaran.
BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
1. Uji kompetensi & sertifikasi Guru adalah merupakan suatu keharusan campur tangan pemerintah bagi upaya mempercepat proses profesionalisasi tenaga kependidikan guru.
2. Sertifikasi bukan tujuan, melainkan sarana untuk mencapai suatu tujuan, yakni terciptanya guru yang memenuhi kualifikasi standard yang dihajatkan masyarakat di era global ini Rekomendasi, karenanya peningkatan mutu guru ke arah profesional pasca sertifikasi tetap harus dilakukan, baik melalalui kegiatan mandiri guru, MGMP/ KKG, memaksimalkan fungsi pengawas, dan lain sebagainya.
B. Rekomendasi
1. Pihak yang berwenang melakukan uji kompetensi dan sertifikasi guru, agar betul-betul dapat menjaga amanah Undang-undang dan Peraturan ini, sehingga tidak melenceng dari arah yang dikehendakim, yakni terciptanya guru yang memenuhi kualifikasi standard.
2. Pemerintah hendaknya memaksimalkan fungsi kepengawasan dalam rangka mengawal proses profesionalisasi guru utama pasca sertifikasi.
3. Pemerintah juga memfasilitasi pihak yang terkait dengan pengembangan profesi guru, bagaimana kedepannya mampu menciptakan iklim dan budaya yang menunjang ke aras profesionalisasi guru dalam melaksanakan tugasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Tafsir, Dr., (1992), Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung : PT.Remaja Rosdakarya.
Ali Saifullah HA, Drs., (1981), Antara Filsafat dan Pendidikan : Pengantar Filsafat Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional.
Andreas Harefa., (2000), Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta : PT.Kompas.
E.Mulyasa, Dr, M.Pd; Menjadi Guru Profesional, menciptakan Pembelajaran Kreatif dan menyenangkan; Cet. VI; Remaja Rosda Karya; Bandung; 2007
Hasan Langgulung, Prof., Dr., (1986), Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, Jakarta : Pustaka Al-Husna.
Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Globalisasi
Http://www.duniaguru.com/kompetensi/standar_kompetensi_guru.htm - 23k
http://www.geocities.com/pengembangan_sekolah/standarguru.html
Idochi Anwar, Prof.,Dr., & Yayat Hidayat Amir, Drs., M.Pd., (2000), Administrasi Pendidikan : Teori, Konsep & Issue, Bandung : Program Pasca Sarjana UPI Bandung.
John Vaizey (1987), Pendidikan di Dunia Modern, Jakarta : Gunung Agung.
Piet A. Suhertian, Profil Pendidik Profesional, Andi Offsett, Jogjakarta, 1994
Pusat Data Dan Informasi Pendidikan, Balitbang - Depdiknas , Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 19 Tahun 2005 , Tentang Standar Nasional Pendidikan, Jakarta
Sardjan Kadir, Drs. & Umar Ma’sum, Drs., (1982), Pendidikan di Negara Sedang Berkembang, Surabaya : Usaha Nasional
Soejono Trimo,Pengembangan Pendidikan, Remaja Karya, Bandung, 1986
Soetardjo, Menuju Pendidikan Nasional Yang relevan dan Bermutu, Balai Pustaka, Jakarta , 1993
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar